Kasus Proyek Gedung Setda Kota Cirebon, Kajari Sebut Modus Mantan Wali Kota Itu Setujui Pekerjaan Sudah Final 100 Persen
Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon menetapkan mantan Wali Kota Cirebon, NA sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Gedung Sekretariat Daerah (Setda) Kota Cirebon. Penetapan tersangka dilakukan setelah tim penyidik dari Kejari Kota Cirebon kembali memanggil dan memeriksa NA. Kepala Kejaksaan Negeri Kota Cirebon, M Hamdan S meminta para tersangka untuk buka- bukaan terkait kasus dugaan korupsi Gedung Setda ini. Penetapan tersangka dilakukan berdasarkan pemgembangan hasil penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pembangunan gedung Sekretariat Daerah Kota Cirebon (Multiyears) tahun anggaran 2016, 2017 dan 2018 pada Dinas Pekerjaan Umum Dan Tata Ruang Kota Cirebon.
“Kami minta tersangka untuk buka- bukaan terkait kasus ini agar semua yang terlibat kita bisa periksa,” kata Hamdan.
Hamdan menambahkan, NA diduga melanggar
Primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Subsidiair Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Kota Cirebon Nomor : PRIN-08/M.2.11/Fd.2/09/2025 Tanggal 08 September 2025 dan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Negeri Kota Cirebon Nomor : TAP – 11/M.2.11/Fd.2/09/2025 Tanggal 08 September 2025.
“Tim tim penyidik Kejaksaan Negeri Kota Cirebon melakukan penetapan tersangka setelah mendapatkan minimal dua alat bukti yang cukup yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, dan petunjuk berupa rekaman,” kata Hamdan.
Hamdan juga mengatakan, peran dari tersangka NA selaku Wali Kota Cirebon memerintahkan Tim Teknis Kegiatan dan Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) menandatangani Berita Acara Penyerahan Lapangan-Kedua (BAPL-Kedua) dan Berita Acara Serah Terima-Kedua (BAST-Kedua) tanggal 19 November 2018 yang menyatakan pekerjaan telah diselesaikan 100%, meskipun sampai dengan Desember 2018 pekerjaan belum selesai.
“Terhadap tersangka akan dilakukan penahanan Rumah Tahanan Kelas I Cirebon selama 20 (dua puluh) hari sejak 08 September 2025 s/d 27 September 2025 berdasarkarkan surat perintah penahanan Kepala Kejaksaan Negeri Kota Cirebon nomor : PRIN-11/M.2.11/Fd.2/09/2025 tanggal 08 September 2025,” ujarnya.
NA sendiri sebelumnya tiba di kantor Kejari Kota Cirebon sekitar pukul 10.00 WIB. Azis datang menggunakan setelah kemeja motif kotak warna biru dan hitam dan juga celana jeans. Na kemudian langsung memasuki ruang Pidana Khusus di lantai 2 Kejari Kota Cirebon. NA menjalani pemeriksaan secara maraton. Setelah sempat beristirahat untuk makan siang dan menunaikan ibadah shalat, ia kembali masuk ke ruang penyidik untuk melanjutkan pemeriksaan. NA sendiri mengaku pemeriksaan pada hari ini merupakan pemeriksaan yang ke empat yang ia jalani. Satu kali ia diperiksa di BPK RI dan tiga kali di Kejari Kota Cirebon. Terpantau, satu unit mobil tahanan Kejari Kota Cirebon sudah terparkir di halaman Kejari Kota Cirebon sejak pukul 16.30. Pun demikian dengan satu unit mobil ambulance dari RSD Gunung Jati yang sudah terparkir di halaman kantor Kejari Kota Cirebon.
Saat keluar dari kantor Kejari Kota Cirebon, Azis sempat mengucapkan sepatah kata kepada awak media.
“Kota Cirebon harus kondusif,” kata NA yang lantas langsung memasuki mobil tanaman Kejari Kota Cirebon.
Sebelumnya, dalam kasus ini Kejari Kota Cirebon menetapkan enam tersangka yakni PH, selaku PPTK. BR selaku Kadis PU 2017. IW selaku PPK atau Kabid di PUTR tahun 2018 yang saat ini menjabat sebagai Kadispora. HM selaku tim leader PT Bina Karya. AS selaku Kacab Bandung PT Bina Karya. Dan FR selaku Direktur PT Rivomas Penta Surya tahun 2017-2018 sebagai penyedia.
“Dalam kasus korupsi ini ke enam tersangka melaksanakan pekerjaan pembangunan tidak sesuai dengan RAB, dan spesifikasi teknis sebagai mana tertuang dalam kontrak. Sehingga berdasarkan hasil perhitungan fisik yang dilakukan oleh Tim Polban Bandung diperoleh kesimpulan bahwa kualitas maupun kuantitas tidak sesuai spesifikasi yang berakibat menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar 26,5 miliar,” kata Kasie Intel Kejaksaan Negeri Kota Cirebon, Slamet Haryadi.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Cirebon, M. Hamdan S mengatakan, dalam waktu dekat ini akan ada penetapan tersangka kasus dugaan korupsi gedung Setda Kota Cirebon. Saat ini, pihaknya sudah memiliki hasil pemeriksaan fisik dari Polban dan menunggui hasil audit BPK RI.
“Insyallah segera, dalam waktu dekat. Kita sudah punya hasil audit dari Polban, Alhamdulillah BPK juga kalau secara garis besar sudah dapat, tinggal minta resmi turunnya saja,” kata Hamdan.
Hamdan menambahkan, pihaknya juga sudah memeriksa dan meminta keterangan semua saksi, saksi ahli, dan juga mantan Wali Kota Cirebon.
“Yang pasti kita sudah bisa memastikan. Kemarin kita memeriksa semua saksi ahli, termasuk mantan wali kota sudah kita periksa, sudah kita minta keterangan,” tuturnya.
Hamdan juga menegaskan, semua yang berperan tidak luput dari pemeriksaan dan dimintai keterangan. Sejauh ini, Hamdan mengatakan, pihaknya sudah memeriksa dan meminta keterangan 50 saksi. Hamdan memaparkan lamanya proses pemeriksaan pada kasus dugaan korupsi gedung Setda Kota Cirebon yakni banyak koordinasi yang dilakukan, termasuk dengan Polban dan BPK untuk melakukan audit.
“Calon tersangka, semua yang terlibat saya pastikan tersangka. Secepat mungkin akan kita tetapkan, jangan sampai lewat Agustus,” tegasnya.
Kasus gedung Setda ini mencuat setelah Inspektorat Kota Cirebon telah membentuk Tim Pemantauan Tindak Lanjut untuk menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari BPK terkait adanya temuan Rp 32,4 miliar yang belum dibayarkan oleh rekanan atau kontraktor ke kas daerah. Tim ini terdiri dari Inspektur Pembantu dan para auditor.
Nilai sebesar Rp 32,4 miliar tersebut merupakan uang yang belum dibayarkan oleh kontraktor atas sejumlah proyek ke kas daerah dari tahun 2005 hingga 2022.
Berdasarkan data pada Inspektorat, total kewajiban pengembalian ke kas daerah sejak 2005-2022 sebesar Rp 54,7 miliar dan telah disetorkan ke kas daerah sebesar Rp 22,3 miliar sehingga masih terdapat sisa sebesar Rp 32,4 miliar.
“Penyebab temuan BPK terkait pekerjaan konstruksi bisa bermacam-macam, bisa karena kurangnya volume pekerjaan atau kelebihan pembayaran sehingga terjadi kerugian negara, atau karena adaya keterlambatan penyelesaian pekerjaan sehingga terdapat denda keterlambatan yang harus dibayar kontraktor ke kas daerah,” ujar Kepala Inspektorat Kota Cirebon, Asep Gina Muharam, beberapa waktu lalu.
Asep menambahkan, setiap tahunnya BPK melakukan pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) ke setiap pemerintah daerah baik provinsi maupun kota dan kabupaten. Untuk itu, Inspektorat berkewajiban melakukan pemantauan terkait tindak lajut rekomendasi LHP BPK RI.
“Hasil akhir pemeriksaan BPK berupa LHP, sedangkan rekomendasi BPK RI ada yang bersifat administrasi dan ada juga pengembalian keuangan yang harus disetorkan ke kas daerah,” ungkapnya.
Menurutnya, uang Rp 32,4 miliar itu wajib dikembalikan oleh para kontraktor ke kas daerah.
“Yang jadi masalah itu adalah adanya pihak ketiga atau rekanan ini tidak langsung melunasi. Mereka ada yang langsung setor dan lunas, ada yang dicicil, ada juga yang belum bayar,” ungkapnya.
Dari Rp 32,4 miliar ini, Rp 11 miliar di antaranya adalah berasal dari LHP gedung Setda.(Cimot)





