Laki Suka Leci

LONJAKAN kasus HIV-AIDS di Kabupaten Cirebon bukan sekadar statistik, tetapi cerminan dari tantangan besar yang masih dihadapi dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular ini.
Data terbaru dari Dinas Kesehatan mencatat peningkatan signifikan dari tahun ke tahun, dengan 376 kasus pada 2023 melonjak menjadi 464 kasus di tahun 2024, dan 128 kasus baru hanya dalam kurun waktu Januari hingga April 2025.
Angka-angka ini menunjukkan bahwa penularan HIV masih terus berlangsung dan bahkan semakin mengkhawatirkan. Kelompok usia produktif, yakni 25–49 tahun, mendominasi jumlah kasus, yang berarti produktivitas dan masa depan daerah ini terancam jika tren ini terus berlanjut.
Lebih mencemaskan lagi, ditemukan pula kasus pada anak-anak dan remaja, yang menandakan bahwa penyebaran virus ini mulai menyasar kelompok usia yang semestinya berada dalam fase perlindungan maksimal dari negara dan keluarga.
Fakta bahwa kelompok Laki-Laki Suka Laki-Laki (LSL) menjadi penyumbang terbesar penularan bukan untuk dijadikan bahan stigmatisasi, melainkan sebagai titik awal dari pendekatan berbasis data untuk intervensi yang lebih tepat sasaran.
Perlu diakui bahwa upaya deteksi dini melalui skrining aktif dan layanan mobile VCT yang dilakukan Dinkes sudah berada di jalur yang benar. Namun, hasilnya juga menunjukkan bahwa pendekatan yang ada masih belum cukup kuat untuk memutus mata rantai penyebaran.
Dibutuhkan pendekatan yang lebih menyeluruh, kolaboratif, dan inklusif. Edukasi harus diperluas tidak hanya kepada populasi kunci seperti LSL, PBS, atau transgender, tetapi juga kepada masyarakat umum, termasuk orang tua, guru, tokoh agama, dan pemangku kebijakan.
Penyebaran informasi yang benar mengenai HIV-AIDS, cara penularan, dan cara pencegahannya harus dilakukan secara terbuka dan berani menembus batas tabu.
Pemerintah daerah harus memperkuat kemitraan lintas sektor—dinas pendidikan, organisasi masyarakat, hingga media lokal, agar pesan pencegahan dapat menjangkau semua lapisan masyarakat.
Sekolah-sekolah perlu diberdayakan sebagai pusat edukasi kesehatan reproduksi dan seksualitas yang sehat. Di sisi lain, layanan kesehatan harus dijamin mudah diakses, bebas stigma, dan berbasis pada pendekatan humanis.
HIV-AIDS bukan hanya masalah medis, tetapi juga persoalan sosial dan moral kemanusiaan. Kita tak boleh membiarkan angka-angka terus naik tanpa upaya luar biasa untuk menekannya. Kabupaten Cirebon, dan daerah manapun di Indonesia, berhak terbebas dari ancaman yang sebenarnya bisa dicegah ini.
Sudah saatnya semua pihak bergerak bersama, karena menunda berarti membiarkan lebih banyak nyawa terancam.***