Opini

Menggali Data Gender dengan Pola Sara Longwe

Oleh: Drs. D. Rusyono, M.Si
Ativis Pusat Kajian Gender dan Perempuan UBHI Kuningan

Ada tiga komponen yang menarik yakni data, gender dan metoda (Sara Longwe). Data merupakan aspek yang penting dalam berbagai bidang seperti bisnis, riset dan pemerintahan, bahkan merupakan salah satu faktor penentu dalam sebuah keberhasilan, karena kalau datanya benar, maka operasionalnyapun akan mudah dan lancer, sehingga tujuanpun tercapai dengan baik, serta berlaku sebaliknya. Itulah pentingnya data sebagai alat dukung dalam pengambilan keputusan, perencanaan, evaluasi dan pemecahan masalah.
Data secara umum merupakan kumpulan fakta atau informasi dalam bentuk angka, naskah maupun gambar, yang diperoleh melalui pengukuran, penelitian dari berbagai sumber dan dapat diolah/dianalisis hingga menjadi manfaat sebagai pengetahuan maupun wawasan. (KBBI, 2020).
Data pada dasarnya diperoleh/digali melalui sensus, registrasi dan survey, di mana sensus secara total sasaran (khusus penduduk) secara total dilakukan setiap 10 tahunan, kemudian registrasi secara periode tertentu bisa jangka pendek/sedang seperti bulanan, tiga bulanan, enam bulanan maupun tahunan tergantung kepentingannya dan biasanya dalam bentuk catatan khusus, contoh Register Ibu Hamil, Imunisasi dan sebagainya. begitu pula dengan survey biasanya dalam momentum/waktu secara khusus berdasarkan sampel/populasi, dan biasanya tentang suatu persoalan baik secara dimensi tunggal, ganda maupun kombinasi.
Dengan demikian, meskipun data pada dasarnya sudah ada berbanding lurus dengan kehidupan, tetapi tidak serta merta bisa datang sendiri tanpa diupayakan dicari/digali agar mendapatkannya dalam bentuk sesuai yang diinginkan. Termasuk dalam hal ini data gender dengan segala aspeknya, dan salah satu cara penggaliannya dapat dilakukan melalui metoda Sara Longwe, yang dalam pelaksanaannya tentu ada proses kuisioner yang dilakukan baik secara householder (kuisioner ditinggal dulu di sasaran untuk diisi dan diambil kemudian) maupun canvasser (kuisioner lansung diisi secara dialog).
Lengkapnya yaitu diambil dari seorang tokoh bernama Sara Hlupekile Longwe, sebagai Konsultan Gender dan Pembangunan yang berbasis di Lusaka Zambia, juga sebagai Ketua FEMNET antara tahun 1997-2003 serta sekaligus penulis Kerangka Pikir/Kerja Analisis Gender (she is the author of the longwe frame work for gender analysis). Kerangka kerja terpusat pada Konsep Lima Tingkatan Hierarki Keseteraan meliputi Kontrol, Partisipasi, Kesadaran, Akses dan Kesejahteraan yang menunjukkan sejauh mana perempuan setara dengan laki-laki dalam mencapai pemberdayaan.
Pemberdayaan (empowering) sendiri merupakan proses, cara atau perbuatan memberdayakan, atau secara lengkapnya adalah sebagai usaha untuk membuat seseorang atau kelompok menjadi berdaya, bertenaga, kuat, sehingga dapat mandiri (KBBI, 2020). Jadi pemberdayaan meliputi sebagai proses memberikan kemampuan dan kesempatan, sebagai usaha yakni meningkatkan kemampuan dan potensi, dan sebagai perbuatan yaitu tindakan yang dilakukan untuk menjadi berdaya.
Pemberdayaan perempuan sendiri adalah proses penyadaran dan pembentukan kapasitas (capacity building) terhadap partisipasi yang lebih besar seperti kekuasaan, pengawasan dan pengambilan keputusan serta tindakan transformasi yang mengarah pada perwujudan persamaan derajat yang lebih besar antara perempuan dan laki-laki (equilo.io).
Sedangkan tugas pemberdayaan perempuan meliputi Tahap Pemberdayaan ; masuk, kemajuan, penggabungan dan komitmen, Komponen Pemberdayaan (organisasi cultivate) ; keterampilan, tujuan, otonomi, kuminitas, dan keterlibatan (space), Dimensi Pemberdayaan ; kekuasaan, pengambilan keputusan, informasi, otonomi, inovatif, kreativitas, pengetahuan, keterampilan dan tanggung jawab (Petter, 2002), Unsur Pokok Pemberdayaan ; aksebilitas, partisipasi, akuntabilitas, kapasitas local (Adisamito, 2014).
Metoda Sara Longwe diimplementasikan kepada sasaran meliputi kelompok remaja atau pra nikah/pra konsepsi, kemudian pada kelompok ibu hamil, ibu melahirkan atau ibu nifas, dan kelompok Keluarga Berencana, dalam bentuk daftar pertanyaan (kuisioner) untuk sasaran, antara lain dimulai dari aspek kesejahteraan, akses, kesadaran, partisipasi dan kontrol.
Adapun jumlah poin pertanyaan/kuisioner tergantung kepada kebutuhan, namun rata-rata yang dapat direkam/digali kurang lebih sebanyak 211 poin. Hasil penggalian data melalui Sara Longwe dapat diintegrasikan dengan aspek Keluarga Berencana (UU No.52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dan INPRES No.9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender).
Pada aspek Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga dicakup dalam kependudukan, kesertaan ber KB dan kesejahteraan baik secara kuantitas atau jumlah, dampak dan upaya juga secara kualitas yakni kemampuan dan kualitas SDM, yang dalam keseharian dicerminkan dalam implementasi 8 Fungsi Keluarga yaitu Fungsi Agama, Kesehatan (Reproduksi), Penddidikan, Ekonomi, Cinta kasih, Sosial Budaya, Perlindungan dan Lingkungan, termasuk kesertaan ber KB, Ketahanan Keluarga (Bina Keluarga Balita, Remaja dan Lansia) dan Kesejahteraan Keluarga dalam bentuk usaha ekonomi produktif, juga dalam empat Pilar Pembangunan Keluarga
Adapun beberapa angka capaian dari aspek gender sebagai berikut ; Berdasarkan RPJMD 2023 Usia Harapan Hidup 73,31 tahun, Indek Kesehatan Masyarakat 76,57. Angka Melek Huruf (AMH) 91,69 %, Rata-rata Lama Sekolah (RLS) 8,14 th, Perempuan Bekerja 51,88 %, Ratio Ekonomi Perempuan 4 dari setiap 10 orang (Laki2 nya 6). Sedangkan dari data tahun 2024 sebagai berikut : Indek Pembangunan Gender (IPG) 87,49, Perempuan dalam politik (Legislatif) 16 orang (32 %) dari total 50 anggota Legislatif. Perempuan dalam jabatan Eselon II 1 orang (3,03 %), Eselon III 31 (16,31 %) dari 190 dan Eselon IV 153 (29,20 %), dari 524 jabatan. Stunting 5.537 balita (7,49 %) dari 70.369 balita yang ditimbang dan diukur (e.ppbgm-dinkes, 2024). Pada awal 2021 sebanyak 14 %. Sedangkan kasus KDRT Kab. Kuningan tahun 2023 151 kasus, 2024 138 trendnya bagus menurun.
Demikian, muaranya akan kembali kepada orangnya secara internal dan faktor yang mempengaruhinya secara eksternal. Jadi pemberdayaan perempuan bukan berarti perempuan dapat berkiprah secara berlebihan tanpa mempedulikan kodratinya secara kodarullah, sehingga tampil menjadi sosok yang kebablasan dan lupa diri, tetapi lebih mengarah kepada berbagi peran/fungsi antara laki-laki dan perempuan dalam koridor keharmonisan antara pemimpin dan yang dipimpin dilandasi musyawarah dan mufakat, sehingga tetap dalam kondisi yang kondusif/handal dan saling asah, asih, asuh antar tiga elemen yaitu bapak, ibu dan anak dalam bingkai sakinah mawadah warahmah. Semoga perempuan Indonesia semakin berdaya, Aamiin.***

Related Articles

Back to top button