Finansial

Rob Datang Tiap Senja, Petambak Ambulu di Ambang Punah

Oleh Ismail Marzuki-Kabar Cirebon
SETIAP sore, menjelang senja, gelombang air laut perlahan merayap ke daratan Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon. Bukan hanya merendam jalan dan rumah warga, tapi juga menyapu harapan para petambak ikan bandeng, profesi yang dulunya menjadi tumpuan hidup mayoritas keluarga di desa pesisir itu.

“Sekarang, sore bukan lagi waktu istirahat. Sore adalah waktu paling menakutkan,” ujar Tamsur, seorang petambak yang kini lebih sering bekerja serabutan setelah tambaknya kerap terendam air rob.

Sudah berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, air rob menjadi tamu tak diundang yang datang rutin, menyusup dari celah-celah tanggul, membanjiri lahan tambak, membawa serta ikan-ikan yang belum sempat dipanen.

Setiap kali rob datang, kerugian menghantam tanpa ampun. Bagi petambak di Desa Ambulu, air rob tak sekadar bencana alam. Ia hadir seperti siklus kutukan yang memiskinkan.

Mereka telah kehilangan bukan hanya pendapatan, tetapi juga jati diri sebagai petambak. Banyak dari mereka kini meninggalkan tambak dan berpindah menjadi buruh harian, kuli bangunan, atau bahkan menganggur.

“Tambak kami sudah seperti kuburan ikan. Air datang, ikan hilang, tinggal lumpur dan keputusasaan,” kata Aisyah, warga Blok Manis, yang juga mengalami hal serupa.

Lebih dari 50 persen tambak kini dibiarkan kosong. Tak lagi layak untuk dibudidayakan. Genangan air rob juga merusak jalan desa, fasilitas sosial, dan membuat aktivitas sehari-hari menjadi serba sulit. Anak-anak harus berjalan di atas papan kayu menuju sekolah, ibu-ibu memasak sambil memantau ketinggian air.

Meskipun Pemerintah Kabupaten Cirebon, melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP), telah beberapa kali berkunjung ke Ambulu, warga merasa semua itu hanya sebatas simbolik.

“Kami cuma dijadikan objek kunjungan, bukan subjek kebijakan. Mereka datang, foto-foto, pulang. Tidak ada solusi. Jangan-jangan mereka salah dinas, harusnya PU, tapi malah perikanan,” ujar Tamsur sambil tertawa pahit.

Warga semakin kehilangan kepercayaan.Proposal bantuan, permohonan tanggul, dan permintaan normalisasi kanal tak kunjung ditindaklanjuti.

Situasi ini menciptakan jurang antara pemerintah dan warga, yang merasa ditinggalkan oleh negara.

Dalam keputusasaan itu, harapan tetap tersisa, meski tipis. Warga tetap berharap adanya langkah nyata dan cepat dari pemerintah daerah, termasuk kemungkinan sinergi antara berbagai dinas, agar solusi teknis dan sosial bisa segera dirumuskan.

“Kami tidak minta banyak. Hanya ingin bisa tidur tanpa takut air masuk ke rumah. Bisa panen ikan tanpa takut rob menyapu semuanya,” ucap Aisyah lirih.

Desa Ambulu kini seperti hidup di bawah ancaman permanen. Warga bertahan dengan seadanya, di tengah ketidakpastian dan nyaris tanpa perlindungan struktural.

Air rob memang bukan musuh yang bisa dicegah sepenuhnya, tapi warga percaya, ia bukan pula alasan untuk menyerah, asalkan pemerintah benar-benar hadir, bukan sekadar melihat dari balik jendela mobil dinas.***

Back to top button