Perjuangan Jaedi Merintis BRILink, Dari Nol Hingga Jadi Tulang Punggung Transaksi Warga

DI sudut sebuah toko kecil berukuran 4×7 meter, Jaedi Maulana tampak sibuk melayani pelanggan. Dengan cekatan, tangannya mengoperasikan mesin Electronic Data Capture (EDC) bertuliskan BRI. Tak lama, struk transaksi pun keluar, menandakan keberhasilan layanan yang diberikan.
Di depan tokonya, papan bertuliskan “BRILink Mini ATM” menjadi penanda bahwa tempat tersebut adalah pusat transaksi keuangan bagi warga sekitar. Nama Jaedi Maulana terpampang di bagian bawah, menegaskan peran pentingnya sebagai agen BRILink pertama di desanya.
Tujuh tahun lalu, Jaedi melihat kesulitan yang dialami warga Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon. Tidak adanya bank maupun ATM di desa tersebut membuat masyarakat harus pergi ke kecamatan lain untuk melakukan transaksi keuangan.
Dari keprihatinan itu, Jaedi pun berinisiatif menjadi agen BRILink pertama di desanya. Tujuannya sederhana, yakni untuk memudahkan masyarakat dalam bertransaksi.
“Saat itu, saya hanya ingin membantu warga agar tidak perlu jauh-jauh ke bank atau ATM,” ujar Jaedi, belum lama ini.
Namun, perjalanannya tidak mudah. Di awal merintis, ia harus berjuang menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan BRILink. Banyak warga yang masih ragu menggunakan layanan perbankan di agen seperti miliknya.
“Orang kan nggak langsung percaya. Butuh waktu untuk meyakinkan mereka bahwa layanan ini aman dan bisa diandalkan,” ucapnya.
Kepercayaan yang dibangun Jaedi membuahkan hasil. BRILink miliknya mulai ramai digunakan warga, dan transaksi per bulan pun meningkat drastis, mencapai 30 ribu transaksi. Namun, kondisi berubah seiring bertambahnya agen BRILink lain di desa tersebut.
“Dulu, katanya satu desa hanya boleh ada satu agen BRILink. Tapi sekarang ada enam agen, belum lagi dari bank lain,” ungkapnya dengan nada kecewa. Akibatnya, jumlah transaksinya turun drastis, kini hanya mencapai 700 hingga 1.000 transaksi per bulan.
Jaedi sempat mengajukan komplain ke pihak bank, namun regulasi sudah berubah. Kini, siapa pun bisa membuka agen BRILink tanpa batasan jumlah per desa. “Ya, sekarang dijalani saja, mau bagaimana lagi,” katanya pasrah.
Tantangan Bertambah, Dukungan Berkurang
Selain persaingan yang semakin ketat, tantangan lain juga datang dari perubahan kebijakan. Di awal usahanya, Jaedi mendapat dukungan penuh dari BRI, termasuk suplai gratis thermal paper roll untuk mencetak struk transaksi. Namun, sejak tiga tahun lalu, ia harus membeli sendiri, yang tentu menambah biaya operasionalnya.
Jaedi berharap pihak BRI bisa memberikan perhatian lebih kepada agen BRILink yang sudah lama beroperasi.
“Kami yang dulu berjuang membangun kepercayaan masyarakat sekarang harus menghadapi banyak tantangan. Semoga ada bantuan atau kemudahan lagi dari bank,” katanya.
Meski kini menghadapi banyak kendala, kehadiran BRILink tetap menjadi solusi bagi warga desa. Salah satu pelanggan setia, Yayah Khoiriyah, mengaku sangat terbantu.
“Kalau mau ke bank atau ATM harus keluar kecamatan, jauh dan makan waktu. Dengan BRILink ini, transaksi jadi lebih mudah dan cepat,” ujarnya.
Kisah Jaedi adalah potret perjuangan seorang pelaku usaha kecil yang berusaha menghadirkan solusi bagi lingkungannya. Meski harus menghadapi berbagai tantangan, ia tetap bertahan demi memberikan layanan terbaik bagi masyarakat.
Kini, dengan semakin banyaknya agen BRILink, Jaedi bukan lagi satu-satunya pemain. Namun, perannya sebagai pionir tetap akan dikenang sebagai orang yang pertama kali membawa akses perbankan lebih dekat ke warga Desa Rawaurip.(Mail)