CirebonRaya

Pakar Hukum Soroti RUU KUHAP dan UU Kejaksaan

Berpotensi Timbulkan Konflik Antar Lembaga Penegak Hukum

SEMINAR nasional yang digelar di Universitas Islam Negeri (UIN) Cirebon, Kamis (27/2/2025), membahas isu penting mengenai revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang Kejaksaan.

Acara yang dihadiri oleh para ahli hukum ini membahas dampak dari perubahan tersebut, yang dinilai dapat membatasi kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Seminar ini menghadirkan empat narasumber, yaitu Prof. Dr. Ahmad Sudiro yang merupakan Rektor Universitas Tarumanegara Jakarta, Prof. Dr. Sugianto yakni Wakil Direktur Pascasarjana UIN Cirebon, Dr. Hery Firmansyah merupakan Pakar Hukum Nasional, dan Dr. Ujang Suratno selaku Rektor Universitas Wiralodra Indramayu.

Para guru besar dan ahli hukum tersebut mengulas secara mendalam tentang kontroversi yang muncul setelah disahkannya UU Kejaksaan No. 11 Tahun 2021, yang merupakan perubahan dari UU No. 16 Tahun 2004, serta dampaknya terhadap kewenangan Polri.

Menurut para ahli, revisi Undang-Undang Kejaksaan yang membolehkan kejaksaan memiliki kewenangan superbody, termasuk dalam bidang penyidikan, akan mengurangi kekuatan Polri dalam menjalankan tugasnya.

“Kewenangan Jaksa yang begitu besar dalam proses penyidikan dapat menggeser kewenangan Polri, bahkan menghapus peran KPK dalam proses hukum pidana,” ujar Dr. Hery Firmansyah.

Sistem hukum peradilan pidana di Indonesia yang seharusnya terintegrasi kini dihadapkan dengan ancaman tumpang tindih kewenangan antara jaksa dan polisi.

Kejaksaan tidak hanya berperan sebagai penuntut, tetapi juga diberikan hak untuk melakukan penyidikan, yang menurut banyak praktisi hukum, dapat mengaburkan batas kewenangan masing-masing lembaga penegak hukum.

Profesor Sugianto berpendapat, revisi RUU KUHAP dan UU Kejaksaan berpotensi menimbulkan konflik antar lembaga penegak hukum, terutama dalam hal pembagian tugas penyelidikan dan penyidikan.

“Jika revisi ini dipaksakan, bisa memicu gesekan antara Kejaksaan dan Polri yang berisiko melemahkan sistem peradilan kita,” ujarnya.

Beberapa pasal dalam revisi UU Kejaksaan, seperti Pasal 8 Ayat 5 yang memberikan kewenangan luar biasa kepada Jaksa untuk memanggil dan menahan orang, bahkan tanpa persetujuan institusi lain, semakin memperburuk situasi.

“Kewenangan jaksa yang semakin luas ini bisa menciptakan kekuasaan absolut yang berisiko disalahgunakan,” ungkap Dr. Ujang Suratno.

Karena dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan, memiliki imunitas jaksa yang superbody, sehingga bisa membuat jaksa kebal terhadap penegakan hukum ketika melakukan suatu perbuatan pidana.

Para pembicara sepakat bahwa revisi ini perlu dievaluasi lebih lanjut. Mereka juga menyerukan agar kembali menggunakan UU Kejaksaan yang lama, yaitu UU No. 16 Tahun 2004, untuk menghindari ketidakjelasan dalam pembagian kewenangan antara kejaksaan dan kepolisian.
Seminar ini diakhiri dengan kesepakatan untuk terus memperjuangkan pembahasan yang lebih adil dan transparan mengenai kewenangan lembaga penegak hukum demi menjaga integritas dan keadilan sistem hukum Indonesia.(Alif)

Back to top button