Pemilu

Banyak TPS Rawan Masalah, Bawaslu Kabupaten Cirebon: Dari DPT, Politik Uang, Netralitas ASN

kacenews.id-CIREBON-Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Cirebon, memetakan 22 indikator potensi tempat pemungutan suara (TPS) rawan pada Pilkada Serentak 2024.

Pemetaan ini, menurut Ketua Bawaslu Kabupaten Cirebon, Sadarudin Parapat, untuk mengantisipasi gangguan atau hambatan di TPS pada hari pemungutan dan penghitungan suara 27 November 2024.

“Hasilnya, terdapat 4 indikator TPS rawan yang paling banyak terjadi, 14 indikator yang banyak terjadi, dan 4 indikator yang tidak banyak terjadi namun tetap perlu diantisipasi,” kata Sadarudin, Senin (25/11/2024).

Pemetaan kerawanan tersebut, kata dia, dilakukan terhadap 8 variabel dan 26 indikator, diambil dari 424 kelurahan/desa atau 40 Kecamatan yang melaporkan kerawanan TPS di wilayahnya. Pengambilan data TPS rawan dilakukan selama 6 hari pada 10 sampai dengan 15 November 2024.

Adapun variabel dan indikator potensi TPS rawan adalah pertama, penggunaan hak pilih (DPT) yang tidak memenuhi syarat, DPTb, potensi DPK, penyelenggara pemilihan di luar domisili, pemilih disabilitas terdaftar di DPT, riwayat sistem noken tidak sesuai ketentuan, dan/atau riwayat pemungutan suara ulang (PSU/PSSU).

Kedua, keamanan atau riwayat kekerasan, intimidasi dan atau penolakan penyelengaraan pemungutan suara. Ketiga, politik uang. Keempat, politsasi SARA.

Kelima, netralitas (penyelenggara pemilihan, ASN, TNI/Polri, kepala desa dan/atau perangkat desa). Keenam, logistik atau riwayat kerusakan, kekurangan atau kelebihan, dan atau keterlambatan.

“Ketujuh, lokasi TPS sulit dijangkau, rawan konflik, rawan bencana, dekat dengan lembaga pendidikan atau pabrik atau pertambangan, dekat dengan rumah paslon atau posko tim kampanye, dan atau lokasi khusus. Kedelapan, jaringan listrik dan internet,” ujarnya.

Ia juga merinci, empat indikator potensi TPS rawan yang paling banyak terjadi, pertama ada 1.106 TPS terdapat pemilih DPT yang sudah tidak memenuhi syarat. Kedua, ada 832 TPS terdapat pemilih disabilitas yang terdaftar pada DPT di TPS.

Keempat, ada 333 TPS terdapat Pemilih Tambahan (DPTb). Dan ada 295 TPS terdapat penyelenggara pemilihan di TPS yang merupakan pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas.

Selanjutnya, 14 indikator potensi TPS rawan yang banyak terjadi. Pertama, ada 69 TPS memiliki riwayat keterlambatan pendistribusian logistik pemungutan dan penghitungan suara di TPS (maksimal H-1) pada saat pemilu.

Kedua, ada 68 TPS didirikan di wilayah rawan bencana, contohnya banjir, tanah longsor, gempa. Ketiga, ada 50 TPS terdapat potensi pemilih memenuhi syarat, namun tidak terdaftar di DPT (potensi DPK).

Keempat, ada 39 TPS terdapat kendala jaringan internet di lokasi TPS. Kelima, ada 35 TPS dekat lembaga pendidikan yang siswanya berpotensi memiliki hak pilih. Keenam, ada 29 TPS memiliki riwayat kekurangan atau kelebihan dan bahkan tidak tersedia logistik pemungutan dan penghitungan suara pada saat Pemilu.

Ketujuh, ada 29 TPS berada di dekat rumah pasangan calon dan/atau posko tim kampanye pasangan calon. Kedelapan, ada 22 TPS terdapat kendala aliran listrik di lokasi TPS. Kesembilan, ada 16 TPS sulit dijangkau (geografis dan cuaca).

Kesepuluh, ada 15 TPS didirikan di wilayah rawan konflik. Kesebelas, ada 14 TPS terdapat riwayat praktik pemberian uang atau materi lainnya yang tidak sesuai ketentuan pada masa kampanye di sekitar lokasi TPS.

“Ke 12, ada 13 TPS memiliki riwayat terjadi intimidasi kepada penyelenggara pemilihan. Ke 13, ada 11 TPS Memiliki riwayat terjadi kekerasan di TPS. Ke 14, 10 TPS di dekat wilayah kerja seperti pertambangan dan pabrik,” ungkapnya.

Selanjutnya, 4 indikator potensi TPS rawan yang tidak banyak terjadi namun tetap perlu diantisipasi. Pertama, ada 8 TPS terdapat riwayat pemungutan suara ulang (PSU) dan/atau penghitungan surat suara ulang (PSSU). Kedua, ada 2 TPS di lokasi khusus. Ketiga, ada 4 TPS memiliki riwayat logistik pemungutan dan penghitungan suara mengalami kerusakan untuk di TPS pada saat Pemilu. Keempat, ada 2 TPS terdapat petugas KPPS berkampanye untuk pasangan calon.

“Strategi pencegahan dan pengawasan pemetaan TPS rawan ini menjadi bahan bagi Bawaslu, KPU, pasangan calon, pemerintah, aparat penegak hukum, pemantau pemilihan, media dan seluruh masyarakat di Kabupaten Cirebon untuk mitigasi agar pemungutan suara lancar tanpa gangguan yang menghambat Pemilihan yang demokratis,” ungkapnya.

Adapun terhadap data TPS rawan tadi, kata dia, Bawaslu melakukan strategi pencegahan, di antaranya, melakukan patroli pengawasan di wilayah TPS rawan, koordinasi dan konsolidasi kepada pemangku kepentingan terkait, sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat, kolaborasi dengan pemantau pemilihan, pegiat kepemiluan, organisasi masyarakat
dan pengawas partisipatif, dan kelima menyediakan posko pengaduan masyarakat di setiap level yang bisa diakses masyarakat, baik secara offline maupun online.

“Bawaslu juga melakukan pengawasan langsung untuk memastikan ketersediaan logistik pemilihan di TPS, pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan, serta akurasi data pemilih dan penggunaan hak pilih,” ungkapnya.

Terkait hal itu, pihaknya juga merekomendasikan KPU untuk menginstruksikan kepada jajaran PPK, PPS dan KPPS, pertama, melakukan antisipasi kerawanan sebagaimana yang telah disebutkan di atas.

Kedua, berkoordinasi dengan seluruh stakeholder, baik pemerintah daerah, aparat penegak hukum, tokoh masyarakat, dan stakeholder lainnya untuk melakukan pencegahan terhadap kerawanan yang berpotensi terjadi di TPS, baik gangguan keamanan, netralitas, kampanye pada hari pemungutan suara, potensi bencana, keterlambatan distribusi logistik, maupun gangguan listrik dan jaringan internet.

“Selanjutnya, melaksanakan distribusi logistik sampai ke TPS pada H-1 secara tepat baik jumlah, sasaran,
kualitas, maupun waktu dalam melakukan layanan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan dan memprioritaskan kelompok rentan, serta mencatat data pemilih dan penggunaan hak pilih secara akurat,” ujarnya.(Mail)

Indikator TPS Rawan Masalah

– Penggunaan hak pilih (DPT) tidak memenuhi syarat
– Keamanan atau riwayat kekerasan, intimidasi dan atau penolakan penyelengaraan pemungutan suara.
– Politik uang.
– Politisasi SARA.
– Netralitas penyelenggara pemilihan, ASN, TNI/Polri, kepala desa dan/atau perangkat desa).
– Logistik atau riwayat kerusakan, kekurangan atau kelebihan, dan atau keterlambatan.
– Lokasi TPS sulit dijangkau, rawan konflik, rawan bencana, dekat dengan lembaga pendidikan atau pabrik atau pertambangan, dekat dengan rumah paslon atau posko tim kampanye, dan atau lokasi khusus.
– Kendala jaringan listrik dan internet

Related Articles

Back to top button