Opini

Pribadi Berani dan Hari Kemerdekaan

Oleh: Dedy Sutrisno Ahmad Sholeh

Alumni Prodi Jurnalistik FDK UIN SGD Bandung

Bulan Agustus identik dengan bulan kemerdekaan, karena di bulan inilah Indonesia merayakan peringatan HUT RI setiap tahunnya. Hal ini pun tergambar untuk setiap muslim yang harus berjuang menegakkan nilai-nilai Islam, karena Islam merupakan agama yang harus ditegakkan dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan bangsa. Dalam melaksanakan tugas-tugas perjuangan, seorang muslim dituntut memiliki sifat keberanian (syajaa’ah) yang sumbernya adalah iman yang istiqomah.

Keberanian diwujudkan dalam banyak hal. Di antaranya, pertama, berani menyatakan yang benar. Kebenaran merupakan sesuatu yang tidak boleh disamarkan atau disembunyikan. Apalagi dicampur adukkan antara yang hak dan yang batil. Allah SWT mengingatkan dalam Alquran surat Albaqarah ayat 42 : “Dan janganlah kamu campur adukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya.”
Mengatakan yang hak itu memang beresiko, karena mengandung hal yang besar bila ada orang yang tidak menyukainya, apalagi bila hal itu dinyatakan dihadapan penguasa yang zalim. Namun Rasulullah Saw. Bersabda : “Katakan yang benar meskipun terasa pahit”. Dipertegas pula dengan sabdanya, “Jihad yang paling utama adalah mengucapkan kalimat yang benar dihadapan penguasa yang zalim”.

Kedua, berani menghadapi resiko dan menentang kezaliman. Dalam menjalani kehidupan, manusia selalu berhadapan dengan resiko, apalagi dalam perjuangan menegakkan dan mempertahankan nilai-nilai kebenaran yang datang dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Pun dengan kezaliman amat berbahaya dalam kehidupan masyarakat, yang tidak hanya menimpa mereka yang berbuat zalim, tapi juga masyarakat secara umum.

Ketiga, berani menghadapi musuh. Sudah sunatullah nya, sepanjang sejarah, permusuhan kaum kafir terhadap kaum muslimin tidak bisa dielakkan. Bila terjadi bentuk-bentuk permusuhan termasuk secara fisik, kaum muslimin harus menunjukkan sifat syajaa’ah atau berani menghadapi musuh-musuh.

Keempat, berani mengakui kesalahan. Kesalahan atau khilaf terkadang sering dilakukan oleh setiap orang, termasuk orang yang beriman. Seorang muslim harus berani mengakui kesalahan yang telah dilakukannya, bahkan harus merasa tidak cukup hanya bertobat secara pribadi. Jangan sampai fakta yang sering terjadi, banyak manusia yang bersalah tidak mau mengakui kesalahannya, bahkan berusaha menyembunyikan kesalahan yang lebih tragis lagi adalah menimpakan kesalahan itu kepada orang lain dengan cara memfitnah. Naudzubillah….

Sifat syajaa’ah bisa kita miliki, jika kita tetap memahami faktor penting yaitu memahami dan mengupayakan hal hanya takut kepada Allah SWT., meyakini kepastian mati, meyakini dan mencintai kehidupan akhirat serta tawakal kepada Allah SWT.

Seperti kita ketahui, bahwa jasad atau diri kita ini terdiri dari dua unsur, yaitu Jasmani dan Rohani. Unsur Jasmani ini adalah unsur yang dapat dilihat, diobservasi, dianalisis, serta dapat diurai oleh kita sendiri. Kita tahu bahwa jasad ini dibuat dari tanah “kholaqol insaana min tiin” Oleh karena itu sifat tanah sangat nyata bentuknya, dan kebetulan bahwa kita ini secara jasmaniah mempunyai dorongan-dorongan yang sifatnya senang kepada hal-hal yang terbuat dari tanah.

Unsur lain yang memang agak sulit kita deteksi dan juga diobservasi yaitu unsur Rohani. Mengenai unsur rohani ini, Allah SWT mengatakan bahwa mereka akan bertanya kepadamu tentang Ar-Ruh, “yas aluunaka ‘anirruuh, kulirruuh min amri robbi, wamaa uutiitum minal ‘ilmi illaa qoliila” , “mereka akan bertanya kepadamu tentang ruh, atau rohani. Darimana itu rohani dan bagaimana bentuknya, kemudian bagaimana kualitas dan ciri-cirinya? Katakanlah wahai Muhammad, bahwa ruh itu urusan Tuhan. Engkau tidak bisa dideteksi, dianalisis, dan diobservasi. Karena ruh itu bersifat ghoib, tetapi ada.

Di dalam diri kita ini, dorongan-dorongan seperti sifat syajaa’ah itu nyata adanya dalam kehidupan kita sehari-hari. Bahwa peran jasad itu sangat besar. Apalagi jasad itu diperkuat oleh vitamin, makanan yang bergizi, olah raga, kemudian dibungkus oleh sesuatu yang memang dibutuhkan oleh dirinya.

Rasulullah SAW bersabda bahwa sikap seperti itu akan mengurangi sifat keserakahan. “alqulibul laatasdaaka mayasda’il hadits qiila wamaa ja’ala ya Rasulullah qoola qiro’atul qur’an wadzikrul maut” Hatimu itu akan berkarat seperti berkaratnya besi. Kata Rasulullah Saw, “alitsmu mahaka fiishodrik” Dosa yang kamu perbuat itu akan mengotori dan merusak hatimu. Itulah hal yang membuat bergetarnya hati kita ketika melakukan dosa.

Kata para sahabat, “Ya Rasulullah, “wamaa ja’aluha.” Apa obatnya, Ya Rasulullah Supaya kita tidak terkena kerusakan hati? Keruksakan hati disini, lebih bersifat majazi. Yaitu kita tidak bisa memperoleh serta menerima dan menganalisis kebenaran-kebenaran yang ada di dunia ini. “wamaa ja’ala ya rasulullah.” Apa obatnya ya Rasulullah, supaya hati kita itu tidak rusak. “qoola qiro’atul qur’an wadzikrul maut” kata Rasulullah Saw, obatnya supaya hatimu terus baik dan bagus serta tidak rusak ialah perbanyaklah membaca Alquranul karim dan dzikrul maut. Yaitu ingat-ingatlah bahwa engkau akan mati.

Oleh karena itu, setiap muslim tidak akan takut kepada manusia. Dengan penuh keyakinan akan berjuang dan berusaha dalam kehidupan yang penuh dengan tantangan dan resiko, sehingga mampu melahirkan pribadi-pribadi yang syajaa’ah (berani) dalam menegakkan dan menyebarkan nilai-nilai kebenaran.

Semoga NKRI yang sedang merayakan hikmah kemerdekaannya, selalu dalam keadaan aman, tenang dan lancar serta selalu ada dalam lindungan Allah SWT.,
Wallahu a’lam bisshawab.***

Related Articles

Back to top button