Hilangkan Stigma Barat dan Timur

Oleh : Sukanda Subrata
Penulis Lepas Cirebon/Alumni UPI
Bhineka Tunggal Ika adalah sebuah kalimat yang sangat ampuh untuk menghalau usaha perpecahan di antara kita (bangsa Indonesia) dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Kekuatan seperti ini karena bangsa kita dalam segala hal selalu mengutamakan persamaan dari kita, bukan mengedepankan perbedaannya. Sangat disayangkan, tanpa disadari oleh kita bahwa dengan adanya otonomi daerah dan pemekaran – pemekaran daerah berarti telah berseminya bibit – bibit perpecahan .
Dalam sejarah Indonesia sebelum reformasi menuliskan bahwa Indonesia ini terdiri dari dua 27 provinsi. Mengapa setelah reformasi berdiri justru Indonesia kehilangan satu provinsi? Begitu juga dengan Pulau Jawa yang dalam sejarahnya terdapat lima provinsi. Eh setelah reformasi malah menjadi enam provonsi (Banten). Otomatis provinsi Jawa Barat kehilangan empat kabupaten, di antaranya Tangerang, Serang, Pandeglang, dan Lebak. Kondisi ini membuktikan bahwa lemahnya persatuan ini hanya karena berbeda pendapat, berbeda keinginan secara kelompok yang akhirnya tega merusak tatanan yang sudah dibuat susah payah oleh bangsa kita.
Kini giliran kabupaten Cirebon. Selama ini bahkan sejak lama berkembang dan hidup stigma Bbrat dan timur di masyarakat di Kabupaten Cirebon. Masyarakat masih beranggapan bahwa Cirebon Barat lebih segalanya dibanding Cirebon Timur. Misalnya infrastruktur, ekonomi dan budaya. Dari kalangan birokrasinya orang – orang Cirebon Barat banyak memegang peranan penting. Padahal tidak seluruhnya benar anggapan itu. Justru di birokrasi orang – orang luar kabupaten Cirebon (Kuningan) yang punya posisi penting. Seperti mantan Bupati Cirebon Alm Dedi Supardi dan Erus Rusmana. Tidak banyak yang tahu juga bahwa tokoh Cirebon Timur ada yang jadi petinggi di Pemerintah Kabupaten Cirebon. Siapa yang tidak kenal Alm Kang Momon (Nuriaman Novianto ) yang pernah menjadi kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon, Sekretaris Daerah. Ada juga Kang Deni Nurcahya yang sempat di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Atau tokoh Cirebon Timur yang sudah go nasional, seperti Kang Rohmin Dahuri dan Kang Helmi Faizal Zaeni. Satu lagi tokoh supranatural yang kondang, siapa lagi kalau bukan Ujang Bustomi.
Yang beranggapan stigma barat timur itu sebenarnya bukan warga masyarakat biasa , melainkan para ASN, para perangkat desa, para pekerja formal lainnya. Mereka inilah yang mempersenjatai diri dengan stigma tersebut. Ketika mereka kalah saingan,t ertutup kesempatan, ketinggalan informasi atau gagal total, selalu mengatakan ‘pantas kita kan orang timur’.
Barat dan timur hanya sebatas geografis, kita adalah satu yakni kabupaten Cirebon yang harus dibanggakan di manapun kita berada. Kita adalah Cirebon, Cirebon adalah kita. Jika kalimat ini dipegang teguh oleh masyarakat Kabupaten Cirebon, bukan tidak mungkin kekuatannya menyerupai Bhineka Tunggal Ika.
Masih ingat kita dengan adanya beberapa elemen masyarakat yang menginginkan kabupaten Cirebon dimekarkan. Cirebon Barat tetap sebagai induknya dan Cirebon hasil dari pemekaran menjadi Cirebon Timur. Mereka menyebutnya Wilayah Timur Cirebon atau WTC.
Kini entahlah seperti apa perjuangan para perintis WTC, kita sebagai masyarakat kurang informasi tentang hal tersebut. Sudah sejauh mana perjuangan mereka ini. Padahal daerah lain seperti Bogor Barat, Garut Selatan, Sukabumi Selatan dan Indramayu Barat sudah hampir gol pemekarannya.
Kita khawatir alasan utama pemekaran Cirebon itu bukan semata untuk mempercepat pembangunan masyarakat. Kita khawatir ada alasan lain yang lebih bersifat individu namun memanfaatkan keberadaan masyarakat Cirebon bagian timur yang masih serba kurang. Masalahnya kentara bahwa perjuangan WTC itu biasanya munculnya jelang Pemilu. Jadi ada apa dengan ini semua? Oleh karena itu jika memang benar – benar kita akan mengutamakan kepentingan rakyat Cirebon alangkah bijaknya hentikan saja stigma barat dan timur. Masih banyak urusan lain yang maha penting yang harus kita pikirkan. Kita bukan kontra terhadap pemekaran Kabupaten Cirebon. Setiap daerah punya kesempatan yang sama untuk mekar. Namun coba ditempuh dengan jalan hukum yang benar, konsisten dan konsekuen.
Peribahasa Sunda mengatakan Caina herang laukna beunang. Kita harus tetap berperan dalam membangun Kabupaten Cirebon. Mengalah untuk menang. Pada gilirannya kita bisa melepaskan diri dari kabupaten lama secara baik – baik. Bukan dari hasil membanding- bandingkan dengan barat, mengharap orang lain iba.***