Gugatan Usia Pensiun PNS, Antara Hak Konstitusional dan Kepastian Hukum
GUGATAN seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) Kabupaten Cirebon ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia pensiun (BUP) kembali mengingatkan kita pada dinamika hukum dalam sistem demokrasi.
Bupati Imron dengan tegas menekankan bahwa langkah tersebut merupakan hak pribadi ASN, bukan sikap resmi Pemerintah Kabupaten Cirebon. Sikap ini patut diapresiasi, karena menegaskan adanya pemisahan yang jelas antara kepentingan pribadi dan institusi pemerintahan.
Dalam konteks hukum, setiap warga negara memiliki hak konstitusional untuk mengajukan uji materi undang-undang ke MK. Hak ini dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28D ayat (1), yang menegaskan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil.
Gugatan terhadap UU ASN terkait aturan batas usia pensiun, jika dinilai diskriminatif, adalah bentuk upaya mencari keadilan melalui jalur konstitusional.
Dari sisi ketatanegaraan, MK adalah lembaga yang berwenang menilai apakah suatu undang-undang bertentangan dengan UUD 1945. Jika benar ada diskriminasi dalam aturan usia pensiun, maka MK dapat memberikan putusan yang lebih adil bagi ASN.
Dengan demikian, langkah hukum ini bukanlah bentuk perlawanan terhadap negara, melainkan mekanisme yang sah dalam memperbaiki regulasi.
Namun, penting pula diingat bahwa kepastian hukum adalah salah satu pilar dalam tata kelola negara.
ASN adalah bagian dari birokrasi yang membutuhkan aturan jelas, termasuk soal batas usia pensiun. Jika aturan mudah berubah-ubah, stabilitas manajemen ASN bisa terganggu.
Oleh sebab itu, putusan MK nanti harus mempertimbangkan dua hal sekaligus yakni keadilan individual bagi ASN dan kepastian hukum bagi institusi birokrasi.
Dalam konteks demokrasi, gugatan hukum semacam ini adalah wajar. Justru, ia menunjukkan bahwa sistem hukum Indonesia memberi ruang bagi rakyat untuk bersuara dan memperjuangkan haknya.
Masyarakat tidak perlu memandangnya sebagai polemik yang membebani pemerintah daerah, melainkan sebagai bagian dari proses hukum yang sehat.
Akhirnya, kita menantikan putusan MK dengan sikap tenang dan rasional.
Apapun hasilnya, semoga dapat memberikan keadilan bagi ASN sekaligus menjaga kepastian hukum dalam tata kelola pemerintahan.
Karena pada akhirnya, hukum harus hadir bukan hanya sebagai teks aturan, tetapi juga sebagai instrumen keadilan bagi setiap warga negara.***





