Pungli Rekrutmen

TRANSFORMASI kawasan timur Kabupaten Cirebon menjadi pusat industri seharusnya membuka harapan baru bagi masyarakat setempat. Peluang kerja yang tumbuh semestinya menjadi jalan keluar dari kemiskinan dan pengangguran.
Namun sayangnya, justru di tengah geliat industri, muncul praktik menyimpang berupa dugaan pungutan liar (pungli) dalam proses rekrutmen tenaga kerja yang mencederai rasa keadilan.
Keluhan masyarakat yang mencuat dalam reses Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat, Ono Surono, bukan hanya sekadar cerita tentang uang pelicin. Ini potret buram dari sistem ketenagakerjaan yang belum sepenuhnya berpihak pada rakyat.
Calon tenaga kerja dimintai sejumlah uang oleh oknum yang menjanjikan bisa memasukkan mereka ke perusahaan. Tragisnya, setelah diterima pun, mereka tidak bertahan lama, dan proses berulang kembali, masuk–bayar–keluar–rekut ulang.
Dugaan ini mengisyaratkan adanya pola sistemik, bukan hanya tindakan oknum. Ketika tenaga kerja menjadi komoditas transaksi, maka yang dirugikan bukan hanya individu pekerja, tapi juga wajah industri secara keseluruhan.
Kredibilitas perusahaan dipertaruhkan, dan investor pun akan berpikir ulang ketika ekosistem ketenagakerjaan dipenuhi praktik kotor.
Pemerintah daerah telah merespons dengan pernyataan normatif, laporkan, akan kami tindak.
Namun masyarakat membutuhkan langkah yang lebih nyata. Tim Saber Pungli harus bergerak cepat dan terkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja serta manajemen perusahaan. Transparansi dalam proses rekrutmen perlu ditegakkan, misalnya dengan sistem digital terbuka dan pengawasan publik.
Di sisi lain, perusahaan juga mesti bersikap tegas. Mereka tidak boleh lepas tangan dan menganggap praktik ini sebagai urusan eksternal. Jika rekrutmen buruh bisa “dibeli,” maka integritas sumber daya manusia perusahaan pun menjadi taruhan.
Jangan sampai industri yang tumbuh pesat justru menjadi lahan subur bagi percaloan dan pungli berkedok penyaluran kerja.
Tentu tidak adil jika semua pihak dicurigai. Tidak semua perusahaan terlibat, dan tidak semua oknum berada dalam sistem formal.
Namun untuk menjamin iklim industri yang sehat, pencegahan harus dilakukan dari hulu ke hilir. Melibatkan tokoh masyarakat, lembaga pendidikan, serta DPRD dalam pengawasan bisa menjadi pendekatan alternatif.
Pungli dalam rekrutmen tenaga kerja adalah bentuk perampasan hak atas pekerjaan. Ia harus dipandang sebagai pelanggaran serius, bukan sekadar praktik menyimpang. Masyarakat Cirebon pantas mendapatkan akses kerja yang adil, tanpa perlu membayar untuk sekadar berharap.
***