CirebonRaya

Manajemen Rumah Sakit yang Lemah, Hilangnya Rujukan FKTP Diduga Menjadi Penyebab Sepinya Pasien RSUD Arjawinangun

kacenews.id-CIREBON-Pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arjawinangun Kabupaten Cirebon membenarkan kalau salah satu penyebab rumah sakit milik pemerintah daerah ini sepi karena rujukan fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) hilang dari sistem BPJS Kesehatan.

Direktur RSUD Arjawinangun, dr. Bambang Sumardi mengatakan, fakta di lapangan dari beberapa FKTP yang dihubungi, kendalanya bukan dari kebutuhan masyarakat yang tidak mau ke RSUD Arjawinangun. Namun, banyak laporan masyarakat yang ingin mengakses layanan di RSUD Arjawinangun, tetapi saat mengakses rujukan di FKTP tidak muncul nama rumah sakit milik pemerintah tersebut malah adanya faskes lain.

“Sehingga dengan sistem ini, masyarakat yang ingin ke RSUD Arjawinangun, karena memang layanan baik dan aksesnya dekat, dia harus merelakan berobat di tempat yang tidak diinginkan yakni di rumah sakit yang di dalam sistem diatur oleh BPJS Kesehatan,” katanya, Selasa (1/6/2025).

Masih kata Bambang, itu yang menjadi kendala bagi RSUD Arjawinangun, sehingga sistem rujukan yang seyogyanya harus mementingkan kebutuhan masyarakat diciderai.

“RSUD Arjawinangun sebagai rumah sakit milik pemda, menginginkan bahwa BPJS Kesehatan seharusnya melihat dari kepentingan masyarakat. Karena esensinya. program ini untuk membantu masyarakat dalam akses layanan kesehatan,” katanya.

Ia mengungkapkan dengan melihat kondisi tersebut, pihaknya menyayangkan bahwa belum ada jawaban yang memuaskan dari pihak BPJS Kesehatan, meski seringkali melakukan komunikasi.

“Direksi RSUD Arjawinangun sering kali berkomunikasi dengan BPJS Kesehatan, namun belum mendapatkan jawaban yang memuaskan. Sampai saat ini belum ada, jawabannya normatif. Hanya kegagalan sistem, eror sistem tapi belum ada bukti nyata diperbaiki kapan dan sampai kapan,” katanya.

Disinggung soal layanan di rumah sakit masih berjalan atau tidak? Bambang menyebut layanan kesehatan masih berjalan seperti biasanya. Namun terjadi penurunan dari jumlah kunjungan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

“Kami terus melakukan evaluasi secara intern, kenapa kunjungan mulai menurun. Masalah pokoknya terjadi ternyata dari proses rujukan. Kami masih beroperasi secara maksimal, secara terstandar, dan layanan santun itu adalah komitmen kami untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik untuk masyarakat,” ujarnya.

Ia mengungkapkan dengan adanya 12 rumah sakit swasta yang berdiri mayoritas di wilayah barat Kabupaten Cirebon, ini menjadi kompititor rumah sakit plat merah.

“Ini cukup mencengangkan bagaimana harusnya akses rumah sakit ini harus ditata, jangan menumpuk di satu area saja, sehingga dampaknya menjadi kompetitif yang seharusnya menjadi sama- sama sehat, malah yang terjadi di lapangan terjadi seperti ini. Harusnya ditata melihat dari sebaran geografis, sebaran demografi untuk penempatan rumah sakit swastanya,” katanya.

“Intinya, pembangunan rumah sakit jangan menumpuk di satu wilayah meskipun tidak ada aturan secara jelas dari pusat terkait jarak rumah sakit satu dengan rumah sakit lainnya. Tapi secara rasional untuk mendapatkan layanan kesehatan yang berkualitas harusnya diatur, jangan seperti pasar,” tambah Bambang.(Junaedi)

Related Articles

Back to top button