Finansial

Galian Gunung Kuda Ditutup, 13 Ribuan Buruh Menganggur

Industri Batu Alam Mati Perlahan

kacenews.id-CIREBON-Industri batu alam di Kabupaten Cirebon mati secara perlahan. Bukan hanya soal produksi yang terhenti, tapi lebih pada ancaman sosial yang membayangi ribuan keluarga.
Kebijakan penutupan seluruh area pertambangan di Majalengka dan Cirebon oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat menjadi pukulan telak bagi lebih dari 13 ribu tenaga kerja di sektor ini.
Dari total 270 pelaku usaha batu alam, sekitar 75 persen kini sudah menghentikan aktivitasnya. Hal itu disampaikan langsung oleh Tarsiwan, perwakilan Paguyuban Pengrajin Batu Alam Cirebon.
“Kalau hulunya ditutup, bagaimana hilir bisa bertahan? Yang menjerit bukan cuma pengusaha, tapi ribuan buruh yang kehilangan penghasilan,” ujarnya, Selasa (17/6/2025).
Penutupan tambang, lanjutnya, memang menyusul insiden longsor di kawasan Gunung Kuda yang merenggut nyawa puluhan penambang. Namun, Tarsiwan menilai kebijakan itu diambil tanpa peta jalan pemulihan, dan tanpa memperhitungkan dampak ekonomi yang luas.
“Yang meninggal tragis, iya. Tapi setelahnya, ribuan orang justru kehilangan penghidupan. Pemerintah harusnya hadir dengan solusi, bukan sekadar larangan,” tegasnya.
Selain dari sisi produksi, imbas kebijakan ini juga menghantam banyak sektor lain seperti logistik, distribusi, konstruksi, dan seni kerajinan. Industri batu alam Cirebon selama ini dikenal sebagai produsen material seni bangunan berkualitas yang berorientasi ekspor.
“Ini bukan hanya industri, tapi warisan budaya. Kalau mati, jangan sampai kita melihatnya diadopsi negara lain karena kita tak mampu menjaganya,” tambahnya.
Lebih lanjut, H Yadi Supriyadi, penasihat Paguyuban Pengrajin Batu Alam Cirebon, menyoroti potensi krisis sosial akibat meningkatnya pengangguran. Ia memperingatkan bahwa membiarkan para pekerja kehilangan mata pencaharian tanpa alternatif, berisiko memicu ledakan angka kriminalitas dan kesenjangan sosial.
“Ketika perut lapar, akal sehat bisa hilang. Jangan biarkan mereka gelap mata karena negara gagal hadir dalam masa sulit,” katanya.
Yadi menilai, pemerintah perlu mengubah pendekatan dari pelarangan total menjadi regulasi ketat. Ia menyarankan agar izin tambang galian C kembali dibuka dengan prosedur dan pengawasan yang diperketat.
“Kami tidak minta dibebaskan. Kami minta dimudahkan, diberi ruang yang aman dan legal untuk bertahan hidup,” imbuhnya.
Para pelaku industri batu alam kini mendesak Pemprov Jabar dan pemerintah pusat untuk duduk bersama pelaku usaha, akademisi, serta aparat pengawas lingkungan, guna merumuskan solusi jangka panjang yang berkelanjutan.
“Kalau dibiarkan begini, bukan hanya ekonomi Cirebon yang ambruk, tapi juga kepercayaan masyarakat pada negara,” pungkas Tarsiwan.(Ismail/KC)

*Kondisi Terkini
-Industri batu alam Cirebon terancam kolaps total.
Produksi terhenti akibat penutupan tambang oleh Pemprov Jabar.
Dampak besar terhadap lebih dari 13.000 tenaga kerja dan 270 pelaku usaha.

*Dampak Sosial & Ekonomi
-75% pelaku usaha sudah menghentikan aktivitasnya.

Ribuan buruh kehilangan penghasilan, berisiko menimbulkan krisis sosial dan kriminalitas.
-Imbasnya terasa hingga sektor logistik, distribusi, konstruksi, dan kerajinan ekspor.
-Potensi hilangnya warisan budaya, karena industri batu alam Cirebon bernilai seni dan historis.

*Latar Belakang Penutupan
-Kebijakan diambil menyusul tragedi longsor Gunung Kuda yang menewaskan puluhan penambang Namun, keputusan dinilai reaktif dan tanpa roadmap pemulihan.
*Pernyataan Tokoh & Pelaku Usaha
-Tarsiwan (Paguyuban Pengrajin Batu Alam): Menyesalkan keputusan sepihak, meminta solusi konkret, bukan larangan semata.
-H. Yadi Supriyadi (Penasihat Paguyuban): Menyoroti potensi lonjakan pengangguran dan dampak kriminalitas. Menyarankan regulasi ketat, bukan pelarangan total.

*Tuntutan Masyarakat
-Buka kembali tambang galian C dengan pengawasan ketat. Pemerintah diminta hadir secara aktif dan manusiawi, bukan hanya responsif saat tragedi. -Mendesak adanya dialog multistakeholder untuk rumuskan solusi jangka panjang.**

Related Articles

Back to top button