Mata Air di Pegunungan Susut, Empat Desa di Majalengka Krisis Air

MAJALENGKA- Warga di Empat Desa, di Kecamatan Bantarujeg dan Lemahsugih, Kabupaten Majalengka mengalami kesulitan air bersih. Untuk memperoleh air bersih satu ember ukuran sedang harus mengantre di sumber air di Blok Babakansari, Desa Babakansari, Kecamatan Bantarujeg.
Ke empat desa yang mengalami kesulitan air bersih tersebut adalah Desa Babakansari dan Bantarujeg, Kecamatan Bantarujeg serta Desa Jagahayu dan Desa Cisalak, Kecamatan Lemahsugih.
Menurut keterangan sejumlah warga, krisis air yang melanda empat desa tersebut sudah berlangsung sekitar tiga bulan lalu. Air bersih yang biasa mengalir ke rumah mereka dari sumber mata air Curug Mananti, Kecamatan Lemahsugih, tidak bisa naik ke wilayah mereka.
Akhirnya pipa air berukuran 3 inci diputus di sebuah lembah Blok Babakansari, tepatnya di pinggir jalan sebelum Jembatan Cilutung. Dari pipa tersebut masyarakat di empat desa mengantre mengambil air atau mencuci pakaian dan perabotan rumah tangga.
Disampaikan Nasah, Garniah dan Dodo warga Babakansari, warga sejumlah desa banyak yang mengantre mengambil air serta mencuci sejak pagi hingga tengah malam. Beberapa di antaranya ada yang mengambil air denan menggunakan jeriken ukuran 20 literan diangkut dengan sepeda motor.
Bagi yang memiliki kendaraan dan toren besar, banyak juga yang mengambil air dengan menggunakan toren berisi 500 hingga 1.200 liter yang diangkut dengan kendaraan bak terbuka.
Dodo dan Indra misalnya, masing-masing membawa dua toren kapasitas 500 dan 1.000 liter dan sejumlah jeriken yang diangkut dengan kendaraan bak terbuka. Mereka mengaku tiap hari mengambil air dengan alasan air sebanyak itu habis dalam satu hari
Untuk mengalirkan air dari pipa ke toren yang disimpan di atas kendaraan ditarik dengan mesin pompa air berkapasitas 6 inci. Setelah toren dan jeriken hingg galon air mineral terisi penuh mereka baru melepas pipa dan mematikan mesin.
“Torennya kami beli mendadak karena tahun ini krisis airnya lumayan parah. Biasanya musim kemarau air dari pipa ini yang dialirkan ke semua rumah di Bantarujeg masih bisa mengalir. Sekarang benar–benar mati. Makanya pemerintah desa memutuskan untuk dipotong di sini agar bisa dimanfaatkan semua warga,” ungkap Indra.
Nasah dan Garniah mengaku, karena tidak memiliki toren besar akhirnya setiap hari mencuci di tempat tersebut. Setelah selesai mereka dijemput keluarganya karena jarak dari rumah dengan sumber air mencapai kurang lebih 1 km dengan kondisi jalan menurun dan pulang menanjak.
“Keluarga saya mengambil air pakai jeriken beberapa kali mengambil diangkut sepeda motor. Sekali angkut tiga jeriken isi masing–masing 20 liter, itu khusus untuk mandi karena mencuci dibawa langsung ke sini,” ungkap Garniah.
Karena hanya satu sumber air, maka tempet tersebut menjadi ramai setiap pagi ini hari hingga tengah malam. Maklum yang mengambil air berasal dari empat desa.
“Sejak pukul 03.00 WIB sudah banyak yang berdatangan, baru sepi setelah pukul 24.00 WIB. Kalau siang mah ramai terus yang mengambil air ,” cerita Nasah.
Kesulitan air dialami pula oleh masyarakat di Desa Lemahputih, namun tidak separah di Bantarujeg. Sumber mata air yang berasal dari Cigorowong menuru Jaja dan Dudu kini menyusut sehingga air ke rumah–rumah penduduk sering terhenti mengalir.
Karena air yang kerap tersendat maka aktivitas di rumah pun seperti mencuci pakaian dan perabotan rumah tangga sering terganggu sambi menunggu air mengalir.
“Sekarang mah tanaman juga tidak tersiram karena jangankan untuk menyiram tanaman, untuk mandi dan mencuci juga susah,” ungkap Dedah seorang ibu rumah tangga.
Sejumlah masyarakat menyadari betul saat ini gunung yang basanya mengalirkan air melalui sungai kini menyusut karena lahan di pegunungan dijadikan area perkebunan sayuran. Suhu udara yang biasanya pada pukul 08.00 WIB masih dingin kini suhu udara pun naik.(Tati)