Perda Pajak Daerah di Kabupaten Cirebon Direvisi, Pemda Diingatkan Tidak Membebani Masyarakat
kacenews.id-CIREBON-Ketegangan halus namun konstruktif mewarnai rapat paripurna DPRD Kabupaten Cirebon saat bupati menyampaikan jawaban atas pemandangan umum fraksi-fraksi terkait revisi Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, belum lama ini.
Di balik forum yang terlihat formal itu, terselip isu besar, yakni bagaimana Kabupaten Cirebon menyesuaikan regulasi fiskalnya di tengah tuntutan pemerintah pusat, kebutuhan PAD, dan kekhawatiran masyarakat soal potensi kenaikan beban retribusi.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, Raden Hasan Basori, mengungkapkan, tahapan ini bukan sekadar rutinitas legislatif. Revisi Perda Nomor 1 Tahun 2024 mengandung konsekuensi strategis, mulai dari penyelarasan dengan aturan nasional hingga potensi perubahan tarif layanan publik yang langsung bersentuhan dengan masyarakat.
“Jawaban bupati ini bagian dari proses penguatan regulasi daerah agar sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 2022 dan PP Nomor 35 Tahun 2023,” katanya.
DPRD juga menugaskan Bapemperda untuk menindaklanjuti evaluasi Kemendagri, sebuah sinyal bahwa revisi perda belum sepenuhnya “aman”.
Ia menekankan, penyelarasan aturan bukan hanya soal kepatuhan administratif. DPRD menaruh perhatian serius agar kebijakan pajak dan retribusi tidak menjadi beban baru, terutama di tengah kondisi ekonomi yang masih belum stabil.
Penyusunan ulang regulasi ini harus memberi kepastian hukum dan peningkatan kualitas layanan publik, namun tetap menjaga agar PAD dioptimalkan tanpa membuat masyarakat, terutama pelaku UMKM kewalahan.
Wakil Bupati Cirebon Agus Kurniawan Budiman menyebutkan tiga kelompok besar retribusi yang mengalami penyesuaian. Yakni retribusi jasa umum, termasuk layanan kesehatan, parkir tepi jalan, hingga pelayanan pasar.
Kemudian retribusi jasa usaha, mulai dari pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, parkir khusus, rumah potong hewan, hingga sektor rekreasi dan pariwisata. Ditambah retribusi perizinan tertentu, terutama persetujuan bangunan gedung.
Agus menegaskan penyesuaian ini dilakukan hati-hati dan bertujuan mengikuti perkembangan regulasi nasional. Namun, ia tidak menampik adanya potensi efek domino ke masyarakat.
“Pemkab Cirebon juga tengah menggenjot digitalisasi sistem perpajakan daerah. Kami tengah menyiapkan perangkat teknis dan pelatihan SDM,” ujarnya.
Namun sejumlah anggota dewan sebelumnya mempertanyakan kesiapan penuh pemerintah daerah, terutama soal risiko gangguan teknis dan rendahnya literasi digital di tingkat pelaksana maupun wajib pajak. Digitalisasi ini dianggap krusial karena menjadi basis transparansi dan akuntabilitas fiskal daerah. “Ini bukan hanya soal efisiensi,” ujar Agus.
Menyadari resistensi publik yang mungkin muncul, terutama dari sektor UMKM, Agus menyampaikan pemerintah akan melakukan keringanan dan pembebasan tertentu, pemberian insentif tarif, evaluasi berkala, serta sosialisasi intensif.
Kebijakan ini menjadi penting mengingat UMKM adalah tulang punggung ekonomi Cirebon, sekaligus kelompok yang paling rentan terhadap penyesuaian tarif retribusi. Pemerintah daerah menargetkan revisi perda ini menjadi pijakan untuk mendorong kemandirian fiskal Cirebon.
Namun DPRD tetap mengingatkan agar langkah tersebut tidak terjebak pada paradigma menaikkan pendapatan tanpa mempertimbangkan daya ikat ekonomi masyarakat.
“Agenda pembangunan dan peningkatan PAD memang penting, tetapi, manfaatnya harus dirasakan langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat melalui peningkatan layanan publik dan stabilitas ekonomi daerah,” tuturnya.(Mail)