Opini

Andil Besar Pesantren

Oleh: Imam Nur Suharno
Alumni Pesantren Raudlatul Ulum Pati, Jawa Tengah

Setiap tanggal 22 Oktober selalu diperingati sebagai Hari Santri Nasional (HSN) pada setiap tahunnya. Peringatan HSN sejatinya menegaskan peran dan andil besar pesantren yang tidak terbantahkan dalam pembangunan bangsa, mulai dari sebelum dan setelah kemerdekaan Indonesia hingga kini dan seterusnya. Selain itu, pesantren sebagai benteng pertahanan moral bangsa. Pesantren diibaratkan sebagai paku sebagai pasak bumi bagi gunung, yang tanpanya bumi akan bergoyang. Pun, dengan pesantren, tanpanya suatu bangsa akan rapuh.
‎‎Oleh karena itu, sudah semestinya jika para pengelola bangsa ini memberikan perhatian khusus terhadap eksistensi pesantren. Maka, ketika ada pihak-pihak yang mendiskreditkan pesantren maka pemerintah wajib hadir terdepan memberikan pembelaan dan semestinya jika negara mengalokasikan anggaran dari APBN untuk pesantren. Karenanya, seperti TV Trans7 yang telah mendiskreditkan pesantren tidak cukup dengan diboikot, lebih dari itu yaitu dicabut izinnya.
Pembangunan pendidikan memiliki peran sangat penting dan strategis pada pembangunan bangsa, sehingga sejak awal para pendiri bangsa telah menggariskannya salah satu tujuan bernegara di dalam pembukaan UUD 1945, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan sejahteraan umum. Bahkan, sebelum bangsa ini merdeka, Ki Hajar Dewantoro sebagai Bapak Pendidikan menyatakan, melalui pendidikanlah manusia Indonesia bisa jadi maju dan beradab sehingga bisa bergaul, sejajar, dan dikenal di antara bangsa-bangsa di dunia.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, yang memiliki andil besar pada pembangunan pendidikan bangsa. Kelahirannya pun berasal dari akar rumput (baca: dari, oleh, dan untuk masyarakat). Berbeda dengan kebanyakan lembaga pendidikan lainnya, yang biasanya lahir dari keinginan pemerintah. Keberadaan pesantren, selain sebagai pusat pendidikan agama dan moral, juga benteng pertahanan bangsa dalam mempertahankan nilai-nilai kebaikan.
Agus Salim Fatta dalam bukunya “Pesantren Bukan Sarang Teroris” mengungkapkan, pesantren masih memegang nilai-nilai, budaya, dan keyakinan agama yang kuat selain diakui kemandirian dan independensinya, juga sebagai institusi paling unggul dibanding dengan lembaga pendidikan lainnya. Pesantren masih diharapkan menjadi penopang berkembangnya sistem pendidikan di Indonesia. Keaslian dan kekhasannya, selain sebagai khazanah tradisi budaya merupakan penyangga pilar pendidikan untuk melahirkan calon pemimpin bermoral.
Sudah berabad-abad lamanya, dari ”perut” pesantren lahir tokoh-tokoh penting yang memainkan peran dalam pembangunan moral bangsa. Buku Intelektual Pesantren: Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Perkembangan Pesantren ditulis dalam tiga jilid, telah mampu menginventarisasi sejarah tokoh pesantren berikut pemikirannya, mulai era pertumbuhan, perkembangan, keemasan, dan kontemporer pesantren.
Saat ini pun banyak tokoh bangsa yang lahir dari lingkungan pesantren seperti: KH Sahal Mahfudz, KH Hasyim Muzadi, KH Ahmad Syafii Maarif, KH Hidayat Nur Wahid, Amin Rais, Din Syamsuddin, M. Maftuh Basyuni, Mahfud M.D., Jimly Assiddiqie, dan lain-lainnya.
Lebih lanjut, Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, menguraikan peran pesantren dalam pembangunan moral bangsa dari masa ke masa. Pertama, peran pesantren di masa lalu kelihatan paling menonjol dalam hal menggerakkan, memimpin, dan melakukan perjuangan untuk mengusir penjajah. Kedua, peran pesantren di masa sekarang juga amat jelas. Contoh yang paling nyata ialah sulitnya pemerintah memasyarakatkan program, bila tidak melalui pesantren. Contoh lain, banyak pemimpin politik ”mendekati” pesantren, terutama menjelang pemilihan umum. Dan ketiga, peran pesantren pada masa mendatang akan tetap besar. Gejala yang ada sekarang dapat dijadikan indikator, misalnya, himpitan ”kesulitan” hidup, baik dalam arti himpitan ke ”atas” maupun dalam arti himpitan ke ”bawah” menyebabkan sesaknya dada, bimbangnya pemikiran, suramnya perspektif masa depan, telah hilangnya keseimbangan antara pertimbangan akal dan hati. Ini menjadi salah satu penyebab orang pergi ke pesantren untuk memperoleh keseimbangan itu.
Oleh karena itu, dengan lahirnya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pesantren memasuki babak baru dalam dunia pendidikan di negeri ini. Jumlah pesantren di Indonesia saat ini (data 2005), telah mencapai 14.656 dengan jumlah santri 3.369.103, dengan tiga tipologi: 9.105 bercorak tradisional; 1.172 modern; dan 4.379 perpaduan tradisional dan modern (Direktori Pesantren, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2007).
Untuk itu, pesantren harus mampu melakukan proses perawatan tradisi-tradisi yang baik dan sekaligus mengadaptasi perkembangan keilmuan baru yang lebih baik. Prinsip pesantren adalah al muhafadzah ‘ala al qadim al shalih, wa al akhdzu bi al jadid al ashlah, yaitu tetap memegang tradisi yang positif, dan mengimbangi dengan mengambil hal-hal baru yang positif. Dengan demikian, pesantren mampu memainkan perannya sebagai agent of change, dan sekaligus sebagai agent of conservative. Semoga. ***

Related Articles

Back to top button