CirebonRaya

Tayangan “Xpose Uncensored” Tuai Amarah Pesantren dan MUI

kacenews.id-CIREBON-Gelombang kecaman terus mengalir terhadap tayangan Xpose Uncensored di salah satu stasiun televisi yang dinilai melecehkan marwah pesantren dan ulama.

Tayangan yang menampilkan narasi santri “rela ngesot demi berkah kiai” serta “kiai kaya karena uang santri” itu memicu kemarahan publik, terutama dari kalangan pesantren dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Wakil Ketua PW GP Ansor Jawa Barat, Mohamad Fathoni, menilai tayangan tersebut bukan sekadar kesalahan redaksi, melainkan bentuk penghinaan terhadap dua nilai luhur pesantren yakni tabarruk (mencari keberkahan guru) dan ta’dzim (penghormatan terhadap ulama).

“Dua konsep luhur yang membentuk karakter bangsa justru dipelintir menjadi bahan olok-olok. Ini bukan sekadar salah paham, ini penghinaan,” tegas Fathoni, Kamis (16/10/2025).
Ia menyebut tindakan Trans7 sebagai “gagal paham dan gagal hormat” terhadap tradisi pesantren. “Sebagai televisi nasional, mereka seharusnya paham bahwa pesantren bukan komoditas sensasi. Ketika media memperlakukan dunia santri secara murahan, publik berhak marah,” ujarnya.

“Ini bukan amarah tanpa arah, tapi reaksi moral ketika kehormatan guru kami diinjak,” tambah Fathoni, alumnus Ponpes Al-Mahrusiyah Lirboyo.
Fathoni menegaskan, kalangan pesantren tidak menolak kritik, namun menolak keras pelecehan berkedok jurnalisme. “Kebebasan pers memang hak, tapi ada batas moral dan etika sosial yang harus dijaga,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua MUI Kabupaten Kuningan, KH Dodo Syarif Hidayatullah, menilai tayangan tersebut tidak memiliki nilai edukatif dan justru membentuk opini negatif tentang kiai dan pesantren.
“Presenter dalam tayangan itu jelas tidak memahami dunia pesantren, tetapi memberikan penilaian seolah-olah tahu segalanya. Ini sangat menyesatkan,” katanya, Rabu (15/10/2025).

KH Dodo menegaskan, tayangan seperti itu bertentangan dengan semangat kebangsaan dan amanat konstitusi yang mewajibkan media berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Seharusnya media televisi menyajikan program yang mendidik, bukan justru merendahkan simbol agama,” ujarnya.

Menurutnya, peran ulama dan santri dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan bangsa sudah diakui negara, bahkan melalui penetapan Hari Santri Nasional dan pembentukan direktorat khusus di Kementerian Agama. “Maka ironis jika lembaga penyiaran justru menayangkan program yang menurunkan martabat kiai dan pesantren,” tutur KH Dodo.

Ia mendesak pemerintah pusat melalui Kementerian Agama dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengambil langkah tegas. “Saya minta izin siaran televisi itu dievaluasi atau dibekukan sementara, agar ada efek jera dan menjadi peringatan bagi media lain agar berhati-hati,” ujarnya.
Baik kalangan pesantren maupun MUI sepakat bahwa kasus ini menjadi pelajaran penting bagi dunia media. Kebebasan pers, kata mereka, bukan berarti bebas melecehkan nilai-nilai spiritual dan kultural bangsa.(Mail/Sul)

Related Articles

Back to top button