CirebonRaya

Berpotensi Timbulkan Persoalan Lingkungan, Limbah Dapur MBG di Kabupaten Cirebon Perlu Mendapat Perhatian Serius

 

 

kacenews.id-CIREBON- Limbah dapur dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) perlu mendapat perhatian serius. Jika tidak ditangani sejak awal, limbah tersebut berpotensi menimbulkan persoalan lingkungan di masa depan.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Cirebon, Dede Sudiono, mengaku hingga kini pihaknya belum menerima komunikasi resmi terkait penanganan limbah dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menjadi pelaksana program MBG. Padahal, di seluruh Kabupaten Cirebon sudah terdapat 45 SPPG yang beroperasi.

“Sampai sekarang belum ada komunikasi dari pihak SPPG kepada kami,” ujar Dede.

Menurutnya, DLH terbuka untuk menjalin koordinasi dengan SPPG maupun instansi terkait lainnya. Ia bahkan mendorong agar segera dibentuk nota kesepahaman (MoU) sebagai dasar kerja sama teknis pengelolaan limbah MBG.

“Kalau ada MoU, kami sangat siap memberikan arahan teknis. Ini penting agar pengelolaan limbah dapur MBG bisa berjalan optimal dan ramah lingkungan,” katanya.

Ia menilai, limbah organik dari program MBG memiliki potensi ekonomi cukup besar jika diolah dengan tepat. Salah satunya adalah dimanfaatkan untuk budidaya maggot, yang kini banyak digunakan sebagai pakan ternak bernilai jual tinggi.

“Limbah MBG cocok untuk bahan makanan maggot. Selain bisa mengurangi volume sampah organik, hasil budidaya maggot juga bisa memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat,” katanya.

Dede mengungkapkan, selama ini koordinasi SPPG lebih banyak dilakukan dengan Dinas Kesehatan, terutama terkait pemenuhan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) sesuai arahan Kementerian Kesehatan. Karena itu, DLH berencana melakukan pendekatan lebih aktif dengan para pengelola SPPG untuk memastikan aspek lingkungan tidak terabaikan.

Ia mengemukakan, sebagai bentuk komitmen, DLH juga siap memberikan pendampingan teknis kepada pengelola dapur MBG, mulai dari proses pengumpulan, pemilahan, hingga pemanfaatan limbah. Pendampingan ini diharapkan dapat mencegah pencemaran lingkungan sekaligus membuka peluang ekonomi baru.

“Kami tidak ingin limbah MBG ini menjadi masalah di kemudian hari. Kalau dikelola dengan baik, justru bisa jadi peluang usaha baru,”katanya.

Sementara itu, Direktur Pusat Studi Agama, Lingkungan dan Sosial (Pusals) ISIF Cirebon, Abdul Malik, mengingatkan agar pelaksanaan program MBG tidak hanya berfokus pada aspek gizi dan keamanan pangan, tetapi juga memperhatikan dampak lingkungan.

“Limbah dapur yang dihasilkan bisa menjadi ancaman baru bagi lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Ancaman itu bukan hanya potensi keracunan makanan, tapi juga limbah cair seperti minyak jelantah, sabun, dan zat kimia lainnya,” tuturnya.

Ia menyebutkan, saat ini volume limbah MBG masih tergolong kecil dan masih bisa ditangani secara lokal. Namun, jika program ini diperluas secara masif, potensi limbah yang dihasilkan bisa meningkat drastis.

“Jika program ini berjalan secara besar-besaran, limbah yang dihasilkan bisa mencapai ratusan hingga jutaan ton per hari,” ucapnya.(Is)

 

Related Articles

Back to top button