Pokir untuk Gedung DPRD
KERUSAKAN Gedung DPRD Kabupaten Cirebon akibat aksi massa beberapa pekan lalu tidak hanya meninggalkan puing-puing fisik, tetapi juga pekerjaan rumah besar bagi pemerintah daerah dan wakil rakyat.
Audit resmi Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) menyebut angka kerugian mencapai Rp7,96 miliar. Jumlah yang tidak kecil, dan kini menjadi tanggung jawab bersama untuk segera dipulihkan.
Proses pemulihan ini ternyata tidak sederhana. Di satu sisi, pemerintah daerah tengah menyiapkan proposal bantuan ke Kementerian PUPR, tetapi langkah itu masih tersendat karena kelengkapan dokumen.
Di sisi lain, publik berharap agar kerumitan administrasi tidak mengorbankan kelancaran fungsi lembaga legislatif, yang seharusnya tetap berjalan optimal.
Dalam kondisi seperti ini, muncul desakan agar DPRD turut berkontribusi lebih nyata, misalnya melalui alokasi sebagian anggaran pokok pikiran (pokir).
Usulan ini patut dipertimbangkan, bukan semata-mata karena menyangkut fasilitas kerja dewan, tetapi juga menyangkut komitmen moral wakil rakyat untuk ikut menanggung beban bersama.
Namun demikian, mekanisme penggunaan pokir tentu harus mematuhi aturan keuangan daerah, agar tidak menimbulkan persoalan hukum baru.
Yang tidak boleh terjadi adalah pemotongan anggaran prioritas masyarakat, seperti perbaikan jalan atau layanan dasar publik, hanya demi memperbaiki gedung dewan.
Pemulihan harus tetap menempatkan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama. Di titik ini, pemerintah daerah dan DPRD dituntut cerdas mencari jalan keluar, cepat, tepat, dan akuntabel.
Publik sedang menanti bukti nyata, bukan sekadar janji atau tarik-menarik wacana. Gedung DPRD memang penting sebagai simbol demokrasi dan ruang kerja legislatif, tetapi yang lebih penting adalah menjaga kepercayaan rakyat.
Pemulihan fisik harus diiringi pemulihan moral, transparansi, tanggung jawab, dan kesediaan berbagi beban.***