CirebonRaya

Hindari Konflik Sosial, APPSI Minta Kebijakan Pemkot Cirebon Perhatikan Pedagang Pasar Tradisional

 

 

 

 

kacenews.id-CIREBON-Pengurus Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Kota Cirebon menghadiri undangan audiensi dengan Dinas Koperasi, Usaha Kecil, Menengah, Perdagangan dan Perindustrian (DKUKMPP) terkait pendirian minimarket di Jalan Jendral Sudirman, RT 01 RW 10, Kelurahan/Kecamatan Harjamukti,  tepat berada di depan Pasar Tradisional Harjamukti, Rabu (3/9/2025).

Audiensi yang dihadiri perwakilan Perumda Pasar, investor minimarket, DPMPTSP, PUTR, Disperindag, dan 10 Komisariat Pasar Kota Cirebon berakhir dengan tidak adanya solusi konkret tentang pembatasan minimarket.

Terlebih, Pemerintah Daerah (Pemda) Kota Cirebon telah mengeluarkan izin operasi minimarket tersebut. Sehingga menimbulkan kekecewaan APPSI.

Ketua APPSI Kota Cirebon, Romy Arief mengungkapkan, pihaknya merasa kecewa karena belum ada solusi konkret dan kearifan lokal dari institusi Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon menanggapi pembatasan retail modern dalam melindungi pedagang pasar tradisional.

“APPSI Kota Cirebon tidak anti investasi, namun kecewa dengan kebijakan Pemkot yang tidak mengadopsi kearifan lokal dan budaya pada para pedagang pasar tradisional dalam pembatasan dan pengaturan retail modern. Sebelum-sebelumnya, sudah ada dua potensi konflik di Pasar Perumnas dan Drajat. Jangan menyalahkan pedagang karena ini berhubungan dengan perut dan penghasilan,” katanya.

Menurutnya, belum ada upaya nyata dengan adanya retail modern persis di depan Pedagang Pasar Harjamukti (PPH). ia pun tak menginginkan sampai terjadi konflik sosial dikemudian hari. Karena itu disinilah seharusnya Pemkot hadir, jangan berdalih OSS karena ada ruang kebijakan tidak dimanfaatkan untuk melindungi pedagang pasar.

“Pertemuan hanya penjelasan proses baku OSS, padahal pemerintah pusat memberikan ruang pemerintah daerah melalui izin lingkungan, sekitar, dan PBG. Pembuatan tata ruang semestinya ikut memperhatikan itu, namun tidak dimanfaatkan untuk melindungi pedagang pasar. Padahal, sebelumnya sudah ada dua kejadian konflik sosial di Pasar Drajat dan Perumnas, antara retail dengan pedagang pasar,” tuturnya.

Ia mengaku  APPSI Kota Cirebon tidak anti investasi dan menginginkan untuk diatur agar tidak saling merugikan. Karena dari semula jumlah pedagang 6.000, saat ini hanya 2.600.

Menurutnya, tidak ada upaya inovatif Perumda Pasar terhadap sepinya konsumen dan pasar yang kurang nyaman dan penertiban yang belum juga dilakukan.

“Pedagang telah patuh. Membeli kios di pasar, bayar retribusi, dan kontribusi pedagang selama hampir 40 tahun. Saat ini, hampir 14 miliar per tahun memberikan setoran membantu PAD Kota Cirebon. Bandingkan saja dengan  penerimaan dari retail modern,” katanya.

Romy menyebutkan, beberapa periode Wali Kota Cirebon sebelumnya, retail modern disepakati 60 unit, lalu berubah terdapat moratorium jarak dari pasar 500 meter, saat ini sudah di atas 120 unit retail modern.

“Mohon kebijakan Pemkot memperhatikan pedagang pasar tradisional sebagai peninggalan budaya Cirebon yang telah membantu berkontribusi terhadap perekonomian dan UMKM. Jangan sampai berkurang terus meski zaman berubah, kearifan lokal harus dilestarikan. Siapa lagi kalau bukan kita orang Cirebonnya,” ucapnya.(Jak)

 

Related Articles

Back to top button