Nasional

Bupati Imron Larang Warga Kibarkan Bendera One Piece Jelang HUT RI

MENJELANG perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, berbagai pihak mengingatkan pentingnya menjaga kesakralan simbol negara, khususnya Bendera Merah Putih.

Bupati Cirebon, H. Imron, secara tegas meminta masyarakat di wilayahnya untuk tidak mengibarkan bendera selain Merah Putih, termasuk tren yang belakangan ramai di media sosial, pengibaran bendera One Piece.

“Selain Bendera Merah Putih, jangan dikibarkan di wilayah Kabupaten Cirebon, apalagi yang ramai seperti Bendera One Piece. Kita hargai bangsa ini,” tegas Imron di Sumber, Senin (4/8/2025).

Ia menegaskan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia diraih dengan perjuangan berat dan pengorbanan nyawa. Karena itu, seluruh warga diimbau untuk merayakan HUT RI dengan cara yang pantas, bukan dengan mengikuti tren yang mengabaikan nilai-nilai nasionalisme.

Senada dengan Imron, Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menegaskan bahwa negara berhak melarang pengibaran bendera One Piece, karena hal tersebut dapat dianggap melanggar hukum dan membahayakan integritas negara.

“Pelarangan ini merupakan bagian dari upaya menjaga simbol-simbol nasional. Ini bukan soal membatasi kebebasan berekspresi, tapi soal menjaga core of national interest,” ujar Pigai.

Ia juga menjelaskan bahwa pelarangan semacam ini sejalan dengan prinsip-prinsip hukum internasional, termasuk Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang sudah diadopsi Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005.

Dalam konteks itu, negara memiliki hak untuk membatasi ekspresi yang berpotensi mengganggu stabilitas nasional.

Pedagang Bingung

Di sisi lain, fenomena bendera bajak laut ini mulai terasa di tingkat akar rumput, khususnya di kalangan pedagang bendera musiman seperti di Majalengka. Sejumlah penjual mengaku kebingungan karena ditanya oleh para remaja soal “bendera tengkorak pakai topi” yang belakangan mereka ketahui sebagai bendera One Piece—simbol dari kelompok bajak laut dalam serial anime Jepang.

Maman (43 tahun), seorang pedagang bendera di Jl Abdul Halim, Majalengka, mengaku sempat didatangi beberapa anak muda yang menanyakan bendera tersebut.

“Saya kaget, kok anak-anak cari bendera tengkorak. Saya nggak tahu dan nggak berani jual begituan,” ujarnya.

Kekhawatiran Maman cukup beralasan. Setelah mengetahui bahwa bendera tersebut bisa memicu masalah hukum, ia memilih untuk tidak menjualnya.

Pedagang lain pun mengaku mengalami hal serupa, bahkan ada yang “ngahuleng” (kaget dan terdiam) karena tidak paham dengan permintaan tak biasa itu.

Sementara itu, penjualan bendera Merah Putih dan pernak-pernik Agustusan tahun ini dirasakan sedikit lesu oleh para pedagang.

Radi, salah satu penjual, mengatakan dalam sehari hanya mampu menjual dua bendera. Ia tetap berjualan lengkap dengan tiang bambu seharga Rp15.000 per buah, berharap antusiasme warga akan kembali menjelang hari puncak kemerdekaan.(Junaedi/Ta)

Related Articles

Back to top button