Ragam

Ada Apa dengan Pemkab Indramayu?

LANGKAH Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Indramayu yang secara sepihak mengusir organisasi wartawan dari Gedung Graha Pers Indramayu merupakan tindakan yang tak hanya arogan, tapi juga berbahaya bagi kelangsungan demokrasi lokal. Ini bukan semata-mata persoalan gedung atau aset daerah. Lebih dari itu, ini adalah persoalan prinsip, tentang bagaimana pemerintah memperlakukan kebebasan pers, sebuah pilar penting dalam sistem demokrasi.

Gedung Graha Pers bukan sekadar bangunan. Ia adalah simbol sejarah panjang kolaborasi antara pemerintah daerah dan komunitas wartawan, yang selama puluhan tahun telah menjadi mitra strategis dalam menyuarakan kepentingan publik, menyampaikan informasi pembangunan, dan menjalankan fungsi kontrol sosial. Mengusir wartawan dari tempat tersebut tanpa musyawarah atau dialog yang memadai adalah bentuk pengabaian terhadap semangat demokratis dan nilai-nilai partisipasi.

Ironisnya, tindakan ini dilakukan di tengah proses rekonsiliasi internal PWI, yang justru membutuhkan ketenangan, kebijaksanaan, dan dukungan dari semua pihak. Tidak berlebihan jika muncul dugaan bahwa pengusiran ini sarat dengan kepentingan politis. Apalagi ketika dilakukan secara mendadak, tanpa alasan yang transparan, dan justru menimbulkan kegaduhan baru yang tidak perlu.

Apa motif sebenarnya di balik pengosongan ini? Jika alasannya administratif atau kebutuhan alih fungsi, mengapa tidak dikomunikasikan secara terbuka sebelumnya? Mengapa tidak disediakan alternatif yang layak? Mengapa harus dilakukan seolah-olah wartawan adalah beban atau bahkan ancaman?

Tindakan semacam ini berpotensi menciptakan preseden buruk, bahwa penguasa daerah dapat sewaktu-waktu “membersihkan” ruang publik dari elemen kritis hanya karena dianggap tidak nyaman. Ini berbahaya. Karena jika ruang bagi pers terus dipersempit, maka yang dirugikan bukan hanya wartawan, melainkan masyarakat luas yang kehilangan saluran informasi yang independen dan kredibel.

Pers bukan musuh, tapi mitra. Pemerintah daerah yang bijak seharusnya menjalin kerja sama yang sehat dengan komunitas media, bukan sebaliknya. Kritik yang dilontarkan oleh pers seharusnya dianggap sebagai bentuk kepedulian, bukan ancaman. Maka dari itu, langkah yang diambil Pemkab Indramayu tidak hanya mencederai hubungan baik yang telah terbangun selama puluhan tahun, tetapi juga mencerminkan ketidakmatangan dalam menyikapi dinamika demokrasi.

Sudah saatnya Pemkab Indramayu menarik kembali surat pengusiran tersebut dan membuka ruang dialog yang jujur serta setara. Hanya dengan cara itu, kehormatan terhadap profesi wartawan dan prinsip kemerdekaan pers bisa dipulihkan. Kita harus ingat, demokrasi yang sehat hanya mungkin terwujud jika ruang-ruang kritik dan kontrol sosial tetap terbuka lebar.***

Related Articles

Back to top button