CirebonRaya

Dipicu Konflik Internal Penyabab Utama Serapan Dana Desa Kabupaten Cirebon Terburuk.

kacenews.id-CIREBON-Penyerapan Dana Desa (DD) di Kabupaten Cirebon menunjukkan tren memprihatinkan. Kabupaten ini menempati peringkat kelima nasional sebagai daerah dengan serapan Dana Desa terburuk.

Namun, di balik angka tersebut tersembunyi persoalan yang lebih dalam, krisis tata kelola pemerintahan desa, terutama di Desa Setu Kulon Kecamatan Weru Kabupaten Cirebon.

Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon, Hj. Rohayati menilai, preseden buruk ini harus segera ditangani secara serius dan sistematis. Ia mengungkapkan, pihaknya telah melakukan sejumlah langkah, mulai dari audiensi dengan instansi terkait hingga mendorong Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (DPMPD) serta kecamatan untuk turun tangan secara aktif.

“Saya tidak menyalahkan sepenuhnya kepada pemerintah (DPMPD, red), tapi memang terlihat ada kegagalan dalam mengantisipasi masalah ini. Makanya kemarin kita lakukan audiensi untuk menentukan langkah terbaik,” ujarnya.

Politisi PDI Perjuangan itu menegaskan, kurangnya koordinasi dan lemahnya intervensi kelembagaan dari DPMPD menjadi salah satu penyebab utama. Namun, ia tetap membuka ruang dialog untuk mencari solusi bersama.

Komisi I DPRD Kabupaten Cirebon, lanjutnya, akan terus mengawal dan memastikan persoalan ini tidak berlarut-larut, karena menyangkut hak dasar masyarakat di tingkat desa.

“Ini harus menjadi perhatian serius. Pemerintah daerah harus segera membenahi. Kami dari DPRD hanya bisa mengawasi, sedangkan eksekusinya ada di pihak eksekutif,” tegasnya.

Permasalahan yang menjerat Desa Setu Kulon tidak sekadar administratif. Menurut hasil audiensi yang digelar sebelumnya, konflik internal antara BPD dan aparat desa menjadi pemicu utama tidak terserapnya Dana Desa tahap pertama tahun 2025. Konflik ini membuat proses penyaluran anggaran tersendat dan program desa terhenti.

Ironisnya, kesepakatan yang sebelumnya sudah diteken dalam forum audiensi untuk mempercepat sinkronisasi lintas sektor belum juga membuahkan hasil konkret. Hal itu terlihat saat kecamatan memfasilitasi pertemuan antara BPD dan perangkat desa, beberapa anggota BPD tidak hadir.

“Padahal kemarin saat audiensi sudah sepakat, kalau memang ada anggota BPD yang tidak hadir atau tidak bertanggung jawab dalam penandatanganan MoU untuk kembali solid, mereka bisa diganti melalui musyawarah desa (musdes),” kata ungkap Rohayati.

Sayangnya, penyelesaian tidak bisa dilakukan secara merata. Jika anggota BPD masih bisa diganti lewat musdes, maka tidak demikian dengan perangkat desa, karena posisi mereka diangkat dengan surat keputusan (SK) resmi dari pemerintah.

“Kalau perangkat desa tidak aktif, tidak bisa diganti begitu saja. Paling nanti kita hadirkan perwakilan saja untuk mendampingi,” ujarnya.

Kasus Desa Setu Kulon dinilai membuka mata, bahwa persoalan Dana Desa bukan hanya perkara teknis atau administrasi, tetapi perlu reformasi manajemen dan kepemimpinan di tingkat desa.

“DPRD Kabupaten Cirebon mendorong agar kejadian ini dijadikan bahan refleksi dan evaluasi menyeluruh?” katanya.(Mail)

Related Articles

Back to top button