Bantah Telantarkan Pasien, Direktur RSD Gunung Jati: Penanganan Sudah Maksimalkan Pasien Kena Patok Kobra sehingga Melewati Masa Kritis

kacenews.id-CIREBON-Pihak Rumah Sakit Daerah (RSD) Gunung Jati akhirnya buka suara soal viralnya penahanan dan penelantaran pasien berinisial RJ akibat tidak mampu membayar biaya perawatan. Dirut RSD Gunung Jati, dr Katibi, membantah telah melakukan penahanan dan penelantaran terhadap pasien yang dirawat akibat dipatuk ular kobra tersebut.
Katibi pun memaparkan kronologi terkait peristiwa tersebut. Menurutnya, RJ datang ke IGD RSD Gunung Jati pada Kamis (13/7/2015), pukul 15.14 WIB, akibat dipatok ular kobra.
“Ini sebuah takdir, orang jauh dari Kabupaten Cirebon mempercayakan penanganan medisnya ke RS Gunung Jati, berapa Puskesmas dan RS yang dilewati, hingga akhirnya sampai di RS Gunung Jati. Pedoman RS Gunung Jati dalam memberikan pertolongan adalah sikap ‘seandainya pasien itu adalah saya’, maka kami selalu maksimalkan. Begitupun kedatangan RJ yang datang ke IGD pada Kamis (3/7/2025) pukul 15.14. Dia datang, sesuai tatalaksana prosedur, upaya penyelamatan nyawa berupa pemberian anti bisa ular yang nilainya relatif besar yang kami berikan, walaupun teridentifikasi bukan peserta pasien BPJS,” ujar dr Katibi saat memberikan keterangan pers kepada awak media, Selasa (15/7/2025).
Menurutnya, petugas saat itu tidak bertanya biaya dengan memberikan serum antibisa sebanyak dua vial, dan setelah dianggap stabil yang bersangkutan dipindahkan ke ruang semi intensif atau HCU.
“Di ruangan HCU pun dapat pelayanan dengan dapat serum antibisa kembali dua vial. Harganya lebih dari Rp 2 juta per vialnya, itupun kita tidak sebut biaya, yang penting ikhtiar dulu untuk menyelamatkan nyawanya,” ujarnya
Ia menambahkan, RJ berada di ruangan HCU dari Kamis (3/7/2025) hingga Minggu (6/7/2025) sore, kemudian pindah ke ruang rawat biasa.
“Hari Senin dokter visit dan hasilnya diperbolehkan pulang besoknya yaitu Selasa (8/7/2015). Di ruang rawat inap pada Senin (7/7/2024), petugas kami sudah berkoordinasi dengan pihak keluarga karena dari awal teridentifikasi bukan pasien BPJS, saat itu yang nunggu pasien adalah orang tua laki-laki, dan disampaikan bahwa biayanya cukup relatif besar. Tapi tiap kali komunikasi, orang tua laki-laki bilang nanti nunggu ibunya saja, karena mereka sudah berpisah dan sejak kecil RJ tinggal dengan ibunya,” katanya.
Hingga Selasa (8/7/2025), pihak RS terus melakukan komunikasi dengan keluarga pasien terkait pembiayaan perawatan.
“Hingga memasuki Rabu (9/7/2025), pihak RS diberikan informasi yang sama, dan pihak keluarga meminta ke RS untuk berhenti sebagai pasien rawat inap, RS tidak keberatan. Dari sejak Senin hingga Rabu itu hak-hak pasien terkait makan dan minum dipenuhi oleh RS. Setelah itu, sejak Rabu sore hingga Kamis RJ tidak tercatat sebagai pasien rawat inap. Kami tegaskan, tidak ada penelantaran terhadap pasien, karena tercatat Rabu sore itu yang bersangkutan bukan pasien rawat inap,” ujarnya.
Hingga Kamis (10/7/2025), menurutnya, RJ masih ada di ruangan. Ia menegaskan, pasien tidak mendapatkan makanan itu tercatat sejak Rabu sore, dan bukan dari Senin-Rabu. Namun, untuk cairan infus masih diberikan.
“Pasien masih diberikan cairan infus hingga jelang kepulangan di hari Kamis, kuasa hukum pasien datang ke ruangan pada Kamis sore saat cairan infus mau habis,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, Ranu Jaya (17 tahun) warga Desa Jagapura Lor, Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon, harus mengalami nasib nahas saat berobat ke RS Gunungjati. Ia, yang merupakan warga tidak mampu, diharuskan membayar Rp 14,3 juta saat dirawat di RS milik pemerintah daerah tersebut, akibat gigitan ular kobra yang terjadi pada 3 Juli 2025 lalu.
Kuasa Hukum Ranu Jaya, Ibnu Saechu mengatakan, Ranu Jaya dilarikan ke RS Gunungjati pada 3 Juli 2025 usai digigit ular kobra di sawah. Saat itu, Ranu sempat dilarikan ke Puskesmas, namun pihak Puskesmas tidak menyanggupi, kemudian dilarikan ke RSUD Arjawinangun yang juga tidak menyanggupi pengobatan yang diakibatkan racun ular kobra yang telah menyebar.
“Saat itu, Ranu Jaya sudah dalam kondisi pingsan. Usai RSUD Arjawinangun tidak menyanggupi, akhirnya Ranu Jaya dilarikan ke RSUD Gunungjati pada hari itu juga,” ujar Ibnu saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Di RSUD Gunungjati, Ranu Jaya akhirnya dirawat selama tiga hari dan kondisi membaik. Pada tanggal 10 Juli 2025, Ranu Jaya diperbolehkan pulang dan ditagih Rp 14,3 juta karena tidak menggunakan BPJS Kesehatan.
“Ranu Jaya ini warga tidak mampu, boro-boro punya BPJS Kesehatan,” ujar Ibnu.
Selanjutnya, mulai tanggal 10 Juli 2025, meski sudah membaik tapi belum membayar biaya perawatan, Ranu Jaya tetap berada di RSD Gunungjati.
“Saat itu dalam kondisi infus tetap terpasang tapi memang sudah habis airnya, kemudian tidak ada makanan, Ranu Jaya tetap bertahan di RSD Gunungjati hingga tanggal 13 Juli 2025. Saya mencoba menego pihak RSD Gunungjati tetap tidak bisa karena katanya kalau mau pulang harus bayar setidaknya 80 persen dulu, kemudian nego lagi akhirnya bisa dibayar Rp 1 juta dulu, sisanya harus tetap dibayar nanti, Ranu Jaya akhirnya bisa pulang,” katanya.(Cimot)