Pendidikan

Bentuk Karakter Siswa sebagai Agen Perdamaian Sejak Dini, MA Al-Mubarokah Cirebon Tanamkan Moderasi Beragama

 

 

kacenews.id-CIREBON- Di tengah meningkatnya potensi intoleransi di kalangan remaja, Madrasah Aliyah (MA) Al-Mubarokah Karangmangu, Kabupaten Cirebon, mengambil langkah strategis dengan menanamkan nilai-nilai moderasi beragama sejak hari pertama Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), Rabu (16/7/2025).

Dengan mengangkat tema “Moderasi Beragama, Jalan Tengah dalam Berislam di Lingkungan Sekolah”, kegiatan ini bukan sekadar seremonial tahunan, tetapi menjadi bagian penting dari pembentukan karakter siswa sebagai agen perdamaian sejak dini.

“Moderasi bukan pilihan, tapi kebutuhan. Sekolah harus menjadi benteng awal untuk menangkal bibit ekstremisme dan intoleransi,” kata Fasfah Sofhal Jamil, narasumber utama dalam kegiatan tersebut.

Fasfah yang akrab disapa Sofhal mengajak para siswa baru memahami Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin, bukan eksklusif untuk satu golongan. Menurutnya, moderasi beragama bukan berarti kompromi terhadap nilai, melainkan posisi yang adil, proporsional, dan bijaksana dalam bersikap.

“QS. Al-Baqarah: 143 menyebutkan umat Islam sebagai ummatan wasathan, umat pertengahan. Ini perintah langsung, bukan sekadar ajakan. Kita diminta menjadi saksi kebaikan bagi manusia, bukan hakim yang mengadili perbedaan,” katanya.

Melalui analogi yang membumi, Sofhal menggambarkan konsep keadilan layaknya wasit di lapangan sepak bola, tidak memihak, tapi memastikan aturan ditegakkan secara adil.

Ia menepis anggapan bahwa moderasi identik dengan kelemahan atau ketidaktegasan. Namun pelajar moderat adalah mereka yang kukuh pada prinsip tetapi lembut dalam pendekatan.

“Moderasi adalah jalan terang. Kita tetap kokoh dalam akidah, tapi merangkul dalam perbedaan,” ucapnya.

Sofhal menyampaikan lima pilar moderasi beragama yang relevan diterapkan di lingkungan pelajar. Yakni Tawassuth yang artinya menolak sikap ekstrem dan merasa paling benar sendiri. Kemudian Tasamuh artinya toleransi antar pemeluk agama maupun sesama Muslim yang berbeda mazhab.

Selanjutnya, Tawazun yang berarti menyeimbangkan antara ibadah dan belajar, dunia dan akhirat. Lalu I’tidal artinya bersikap adil dalam menilai dan mengambil keputusan, tidak berpihak semata karena kelompok.Selain itu Syura dan Ikhtilaf bil Hikmah yang artinya mengedepankan musyawarah dan sikap bijak dalam menghadapi perbedaan.

“Kalau kita tidak terbiasa berdiskusi dengan sehat sejak sekolah, kapan lagi belajar membangun masyarakat yang dewasa?” katanya.

Di akhir sesi, Sofhal mengajak para siswa meneladani Rasulullah Saw sebagai figur moderat yang hidup berdampingan dengan berbagai kelompok.

Ia mencontohkan Piagam Madinah sebagai bentuk nyata dari komitmen Rasul terhadap hidup bersama dalam keragaman.

“Banyak orang masuk Islam bukan karena kalah debat, tapi karena tersentuh oleh akhlak Rasulullah,” katanya.

Ia pun menutup dengan pesan reflektif bagi para siswa. “Jadilah pelajar madrasah yang tegas tanpa kasar, santun tanpa lemah, dan yakin tanpa fanatisme. Sebab, masa depan Indonesia ada di tangan generasi yang bisa hidup dalam damai,” katanya.(Is)

 

Related Articles

Back to top button