TPA Kopiluhur Diduga Mencemari Lingkungan, Warga Argasunya Keluhkan Dampak Buruknya

kacenews.id-CIREBON-Warga RT 01, RW 07 Sumur Wuni, Kelurahan Argasunya, Kota Cirebon mengeluhkan dampak buruk dugaan pencemaran lingkungan yang berasal dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kopiluhur. Bahkan, warga dipimpin langsung Ketua RT 01, Ikhsan mendatangi kediaman Advokat A. Furqon Nurzaman.
Kedatangan mereka ke Furqon untuk melakukan konsultasi sekaligus meminta pendampingan hukum terkait dugaan pencemaran lingkungan yang berasal dari TPA sampah Kopi Luhur.
Dalam kesempatan itu, warga mengeluhkan dampak buruk yang sudah lama dirasakan, terutama pencemaran air yang sangat mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Mayoritas masyarakat di wilayah tersebut mengandalkan sumur bor dan sumur galian untuk kebutuhan air. Namun, akibat diduga tercemarnya tanah dan air oleh resapan dari TPA Kopi Luhur, kualitas air menurun drastis. Air hanya bisa digunakan untuk kebutuhan terbatas seperti mandi dan mencuci. Namun dalam pemakaian air tersebut, warga sering mengalami gangguan kesehatan.
“Banyak warga yang mengeluhkan kulit gatal-gatal dan iritasi setelah mandi, terutama anak-anak dan orang dewasa yang memiliki kondisi fisik sensitif,” kata Ikhsan.
Menanggapi hal tersebut, Furqon Nurzaman, menyatakan kesediaannya untuk menelaah lebih dalam kasus ini. Ia juga berencana melakukan pengecekan langsung ke lokasi untuk mengumpulkan data dan fakta lapangan guna menentukan langkah hukum yang tepat.
“Saya akan pelajari terlebih dahulu semua aspek hukumnya, termasuk mengunjungi lokasi terdampak agar mendapatkan gambaran yang utuh,” katanya.
Kasus ini menambah daftar panjang persoalan lingkungan hidup di Kota Cirebon yang memerlukan perhatian lebih dari seluruh pihak terkait. Menurutnya, ini bukan hanya masalah kenyamanan, tapi menyangkut hak dasar warga atas lingkungan yang bersih dan sehat.
Furqon mengungkapkan, selama berdiri, TPA Kopiluhur tidak pernah ada kompensasi bagi warga RT 01, RW 07. Padahal kompensasi dampak pencemaran sampah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. UU ini mengamanatkan pemerintah pusat dan daerah untuk memberikan kompensasi kepada masyarakat yang terkena dampak negatif dari pengelolaan sampah, khususnya di tempat pemrosesan akhir. Kompensasi ini bisa berupa relokasi, pemulihan lingkungan, biaya kesehatan, pengobatan, atau bentuk lain yang relevan.
“UU ini juga mengatur sanksi bagi pengelola sampah yang melakukan kegiatan pengelolaan sampah secara melawan hukum dan menyebabkan gangguan kesehatan, pencemaran lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan. Sanksi tersebut berupa pidana penjara dan denda,” tuturnya.
Menurutnya, masyarakat juga memiliki peran dalam pengelolaan sampah, termasuk memberikan usulan, pertimbangan, saran, dan pendapat dalam penyelesaian sengketa persampahan. Pemerintah pusat dan daerah memiliki kewajiban untuk membiayai penyelenggaraan pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah yang baik dan bertanggung jawab akan mengurangi dampak negatif dan kebutuhan akan kompensasi.
“Ini beda dengan BPJS ya, itu kan memang program pemerintah. Kompensasi itu wajib bagi mereka yang terdampak, ada yang berupa fasilitas, ada juga yang berupa uang cash,” katanya.(Cimot)