Waspada Longsor

Bencana longsor yang terjadi di Desa Gumulungtonggoh, Kecamatan Greged, Kabupaten Cirebon, yang mengancam keselamatan warga, memberikan gambaran betapa pentingnya keseriusan dalam penanganan bencana alam.
Longsoran tebing sepanjang 20 meter yang baru-baru ini terjadi, mengakibatkan tiga rumah hampir ambruk dan memaksa penghuni untuk mengungsi. Ini bukan kali pertama tebing tersebut longsor, karena sebelumnya, pada tahun 2017, peristiwa serupa sudah terjadi, namun hingga kini, penanganan yang lebih komprehensif dari pihak berwenang belum ada.
Perhatian dari pemerintah dan pihak terkait terhadap penanganan bencana di daerah rawan longsor sangatlah mendesak. Bagaimana bisa membiarkan bencana berulang tanpa adanya tindakan preventif yang lebih kuat?
Mengingat tingginya potensi ancaman yang dihadapi warga, sudah seharusnya ada langkah-langkah yang lebih nyata dan terkoordinasi untuk mengatasi masalah ini.
Sementara itu, upaya darurat yang telah dilakukan oleh pemerintah desa, seperti evakuasi warga dan koordinasi dengan BPBD dan unsur Muspika, patut diapresiasi. Namun, ini jelas hanya solusi sementara yang tidak cukup untuk menghindari bencana lebih besar di masa depan.
Kritik yang disampaikan oleh ketua RT setempat, Nini Sumarni, juga harus menjadi bahan renungan serius bagi pihak berwenang. Bagaimana mungkin peristiwa longsor yang sudah terjadi hampir delapan tahun lalu, tidak ditangani secara serius dan preventif?
Warga yang tinggal dekat dengan tebing longsor berhak merasa khawatir. Bukan hanya mengenai kerusakan harta benda, tetapi juga ancaman terhadap nyawa mereka.
Desa Gumulungtonggoh, bersama dengan daerah-daerah lain yang rawan bencana alam, membutuhkan perhatian yang lebih dari pemerintah daerah dan pusat. Tidak hanya dalam bentuk bantuan darurat, tetapi juga dalam bentuk perencanaan dan penanganan jangka panjang.
Membangun infrastruktur yang mampu menahan bencana alam atau minimal mengurangi dampaknya adalah kewajiban bersama, baik pemerintah maupun masyarakat.
Selain itu, masyarakat juga harus terus waspada, terutama saat curah hujan tinggi, yang dapat memperburuk kondisi tanah di sekitar tebing. Kewaspadaan ini tentu saja tidak bisa mengandalkan masyarakat sendiri tanpa adanya dukungan dari pihak pemerintah.
Apa yang terjadi di Desa Gumulungtonggoh merupakan pengingat bagi kita semua bahwa penanganan bencana alam tidak bisa menunggu hingga korban berjatuhan.
Tindakan pencegahan dan penanggulangan yang lebih baik, terstruktur, dan terkoordinasi antar lembaga terkait, sangat diperlukan agar tragedi serupa tidak terulang di masa mendatang. Kita tidak boleh menunggu hingga warga menjadi korban baru melakukan sesuatu.***