Saluran Irigasi dari Hulu ke Hilir Rusak Parah, Ribuan Petani Cirebon Timur Terancam Gagal Panen

kacenews.id-CIREBON-RIBUAN hektare lahan pertanian di wilayah timur Kabupaten Cirebon tengah menghadapi ancaman serius.
Ketimpangan distribusi air dari hulu ke hilir kembali menjadi sorotan setelah kerusakan saluran irigasi utama menyebabkan suplai air terputus ke tujuh kecamatan di wilayah tersebut.
Akibatnya, ribuan petani di daerah hilir terancam gagal panen. Salah satu daerah terdampak paling parah adalah Desa Gebang Ilir di Kecamatan Gebang, yang berada di ujung paling hilir dari sistem irigasi.
Di wilayah ini, sekitar 97 hektare sawah kini dalam kondisi kritis akibat kekeringan yang mulai melanda sejak dua pekan terakhir.
“Air dari hulu tidak sampai ke sini. Kami selalu jadi yang terakhir, bahkan sering tidak kebagian. Ini bukan pertama kali terjadi, tapi tahun ini lebih parah,” ujar Subandi, Kuwu Desa Gebang Ilir, belum lama ini.
Menurut data lapangan, sekitar 4.500 hektare lahan pertanian yang tersebar di Kecamatan Waled, Ciledug, Pabuaran, Babakan, Pabedilan, Gebang, dan Losari terdampak akibat terputusnya aliran air.
Para petani di wilayah ini semakin khawatir karena masa tanam padi yang seharusnya sudah dimulai, kini terancam tertunda atau bahkan gagal total.
Situasi ini, menurut Subandi, berpotensi memicu krisis ekonomi skala lokal. Di desa-desa seperti Gebang Ilir, sebagian besar warga menggantungkan hidup pada pertanian.
Gagal panen berarti hilangnya pendapatan utama keluarga, dan pada gilirannya melemahkan daya beli serta roda ekonomi desa.
Persoalan ini juga menyingkap persoalan lama yang tak kunjung tuntas, sistem pengelolaan air pertanian yang belum adil dan respons tanggap pemerintah yang dinilai lambat.
Dengan prediksi musim kemarau yang kian panjang, petani di hilir berharap adanya perubahan sistemik dalam distribusi air dan perbaikan saluran irigasi yang lebih cepat dan berkelanjutan.
“Kalau irigasi rusak dan tidak cepat diperbaiki, maka siapa yang bisa jamin kami bisa tanam dan panen? Kami hanya minta hak yang adil untuk bisa bertani,” pungkas Subandi.
Menurut Wasrun, Ketua BPD Gebang Ilir, menjelaskan bahwa penundaan masa tanam bisa berdampak pada seluruh siklus pertanian, dari biaya produksi hingga harga jual.
“Kalau dalam empat hari ini air tidak datang, petani terpaksa menunda tanam hingga sebulan. Ini bukan cuma soal menunda, tapi soal kerugian berantai,” tegasnya.
Lebih jauh, Wasrun menilai masalah ini tidak bisa terus-menerus dianggap sebagai musibah tahunan. Ia menyoroti pentingnya solusi jangka panjang dan keadilan akses air bagi wilayah hilir.
Salah satu usulan konkret dari warga adalah pembangunan sumur dalam sebagai sumber alternatif air untuk pertanian.
“Ketika debit air turun, wilayah kami yang paling duluan merasakan dampaknya. Kalau tidak ada solusi seperti sumur dalam, petani kami akan terus menjadi korban ketimpangan irigasi,” kata Wasrun.(Mail)