Dorong Pelaku Ekonomi Melek Perkembangan Digital, OJK Cirebon Edukasi Pedagang Pasar

kacenews.id-CIREBON-Era digitalisasi mengharuskan masyarakat agar melek terhadap perkembangan dunia digital. Termasuk di pasar tradisional yang saat ini telah berkembang ke digital seperti pembayaran online (QRIS) dan sebagainya. Sehingga diberikan edukasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Puluhan pedagang pasar di Kota Cirebon yang tergabung dalam Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Kota Cirebon sambil menunggu berbuka puasa dengan khidmat menyimak paparan Kepala OJK Cirebon, Agus Muntholib.
“Program ataupun tugas dan tanggung jawab OJK Cirebon sangat bersinggungan dengan aspek sosial ekonomi yang dilakukan atau dialami oleh masyarakat, yang paling sering kita dengar adalah masalah pinjol,” kata Agus.
Namun, pihaknya terus berkomitmen untuk mendukung para pedagang pasar di Kota Cirebon dengan terus berkolaborasi, sosialisasi, dan mengedukasi para pedagang pasar.
Ketua DPD APPSI Kota Cirebon, Romy Arief mengemukakan, program OJK dan Bank Indonesia (BI) pun menyentuh para pedagang pasar. Karena di pasar pun menggunakan pembayaran non tunai atau QRIS.
“Era digital, kita (pedagang) harus melek digital. Jangan sampai pelaku usaha ini terjerat pinjol, oleh sebab itu OJK Cirebon memberikan edukasi,” katanya.
Sementara itu, meski saat ini harga telur ayam mengalami penurunan harga dari yang sebelumnya sekitar Rp30.000/kg menjadi Rp 28.000 – Rp 29.000/kg di pasar Drajat Kota Cirebon, namun para pedagang mengeluhkan minimnya pengunjung atau pembeli di pasar tersebut.
Salah satunya dirasakan pedagang sembako, Uus Kusmayadi. Ia mengaku bahwa di pasar tersebut saat ini sepi pembeli.
“Kalau harga telur belum lama ini mengalami penurunan, tapi beberapa hari lagi juga bakal naik lagi kalau menjelang Lebaran. Kalau harga seperti minyak, terigu dan yang lainnya masih stabil,” katanya.
Namun menurut Uus, yang menjadi persoalan adalah sepinya pembeli mempengaruhi pendapatan pedagang.
“Salah satu persoalannya adalah banyak pedagang kaki lima di trotoar (luar pasar) yang menjamur, mereka yang di pinggir jalan itu merusak pasar, mereka berjualan tidak sewa tempat,” tuturnya.
Romy Arief menyampaikan, hampir seluruh pedagang pasar khususnya di Kota Cirebon ini mengalami hal yang sama.
“Yang pasti mengenai kebijakan dari Pemkot, termasuk tata ruangnya yang kira-kira mengedepankan daripada kepentingan masyarakat pelaku usaha kecil seperti pedagang pasar tradisional. Keberpihakan itu yang kita minta,” katanya.
Selain itu disebutkannya, para pedagang di luar pasar menjadi salah satu permasalahan yang hingga saat ini masih terjadi.
“Itu harus ditata, sama-sama kita mencari nafkah, tapi harus ditata. Kalau kita tertib administrasi sesuai tata ruang Kota Cirebon, kita masuk pasar, mereka (penjual diluar pasar) di luar pasar. Gak fair kan dengan kita yang sudah menyewa atau membeli kios dan bayar retribusi. Dia tidak sewa atau beli kios tapi retribusi kecil dan harga lebih murah mereka, enggak akan ketemu,” tuturnya.
Oleh sebab itu, pihaknya meminta keseriusan dari pemangku kebijakan, terutama PD Pasar atau Pemda untuk menyikapi itu agar ditata.
“Untuk satu sisi tidak fair, jangan ada pembiaran, harus ditata. Pedagang disetiap pasar hampir berkurang 50 persen, itu ciri-ciri kalau pasar omsetnya sepi. Kalau pasar itu ramai pasti pedagang bertambah, itu logikanya. Ditambah lagi adanya operasi pasar, program pemerintah tapi merugikan pedagang pasar. Harusnya disosialisasikan atau diedukasikan ke pedagang pasar dulu,” katanya.(Jak)