Dorong Pemdes Junjung Transparansi, Puluhan Desa di Kabupaten Cirebon Berkomitmen Jadi Desa Antikorupsi

kacenews.id-CIREBON- Sebanyak 43 desa di Kabupaten Cirebon berkomitmen untuk menjadi desa anti korupsi. Bahkan desa tersebut mengikuti Bimbingan Teknis (Bimtek) Antikorupsi 2024 di Aula Kantor Inspektorat Kabupaten Cirebon, Kamis (5/12/2024).
Kepala Inspektorat Kabupaten Cirebon, Iyan Ediyana melalui Inspektur Pembantu (Irban) II, Eni Seniwati mengemukakan, korupsi telah menjadi momok yang menghambat kemajuan dan kesejahteraan masyarakat, khususnya di Kabupaten Cirebon.
Menurutnya salah satu faktor utama yang dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan pemerintahan desa adalah dengan penyelenggaraan pemerintah desa yang bebas dari praktik korupsi. Sehingga tujuan dari pemerintahan desa dan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.
“Melalui program desa anti korupsi ini, kita bertekad untuk menciptakan lingkungan yang bersih, jujur, dan transparan. Program ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah desa, tetapi juga seluruh warga masyarakat Kabupaten Cirebon,” katanya.
Menurutnya, program ini bertujuan untuk mendorong pemerintahan desa bekerja dengan integritas, menjunjung transparansi, akuntabilitas, serta mematuhi aturan perundang-undangan yang berlaku.
“Ada lima komponen penyelenggaraan pemerintahan desa anti korupsi yang harus dipenuhi oleh desa, di antaranya adalah penataan tatalaksana pemerintahan desa, kemudian penguatan pengawasan, penguatan kualitas pelayanan publik, penguatan partisipasi masyarakat serta kearifan lokal,”tuturnya.
Eni menyebutkan penataan tatalaksana pemerintahan desa, di antaranya keberadaan peraturan desa (perdes), keputusan kepala desa, atau standar operasional prosedur (SOP) tentang perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, dan pertanggungjawaban APBDes.
Selain itu, keberadaan perdes, keputusan kepala desa, atau sop mengenai mekanisme pengawasan dan evaluasi kinerja perangkat desa. Kemudian keberadaan perdes, keputusan kepala desa, atau sop tentang pengendalian penerimaan gratifikasi, suap, dan konflik kepentingan.
“Lalu keberadaan perjanjian ker jasama antara pelaksana kegiatan anggaran dengan pihak penyedia, serta proses pengadaan barang/jasa di desa, serta keberadaan perdes, keputusan kepala desa, atau SOP tentang pakta integritas dan sejenisnya,” katanya.
Kemudian, lanjut Eni, dari sisi penguatan pengawasan. Di dalamnya harus adanya kegiatan pengawasan dan evaluasi kinerja perangkat desa dan tidak adanya aparatur desa dalam 3 tahun terakhir yang terjerat tindak pidana korupsi.
“Nah dari sisi penguatan kualitas pelayanan publik, harus ada layanan pengaduan bagi masyarakat, adanya survei kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pemerintah desa, keterbukaan dan akses masyarakat desa terhadap informasi standar pelayanan minimal, keberadaan media informasi tentang APBDes di balai desa atau tempat lain yang mudah diakses oleh masyarakat dan keberadaan maklumat pelayanan,” tuturnya.
Kemudian dari penguatan partisipasi masyarakat, di antaranya partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam penyusunan RKP desa, kesadaran masyarakat dalam mencegah praktik gratifikasi, suap, dan konflik kepentingan, keterlibatan lembaga kemasyarakatan desa dan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan desa.
“Keberadaan budaya lokal atau hukum adat yang mendorong upaya pencegahan tindak pidana korupsi. Begitu pula dengan keberadaan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, dan kaum perempuan yang mendorong upaya pencegahan tindak pidana korupsi,” kata Eni.
Ia berharap dengan adanya program desa anti korupsi ini dapat memberikan contoh positif dalam upaya pencegahan korupsi di tingkat desa. Selain itu, program ini juga dapat meningkatkan transparansi dalam pengelolaan keuangan desa dan pelayanan publik.(Junaedi)