Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Kabupaten Cirebon Menurun, Warga Tetap Harus Berani Melapor Jika Menjadi Korban

kacenews.id-CIREBON-Penjabat (Pj) Bupati Cirebon, Wahyu Mijaya mengingatkan kepada masyarakat agar berani melapor jika menjadi korban kekerasan, khususnya perempuan dan anak.
Hal itu disampaikan saat membuka acara Coaching Lanjutan bagi Tenaga Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Cirebon di salah satu hotel di Kecamatan Kedawung, Senin (28/10/2024).
Menurut Wahyu, pada prinsipnya, Pemkab Cirebon menghendaki agar bisa lebih banyak melakukan perlindungan terhadap perempuan dan anak di wilayahnya.
“Kita menghendaki adanya keberanian dari masyarakat yang menjadi korban untuk melapor. Jangan sampai tidak dilaporkan sehingga tidak bisa dilakukan pendampingan dari kami (Pemerintah-Red),” katanya.
Menurutnya, secara kelembagaan pihaknya akan melakukan hal yang optimal agar kekerasan perempuan dan anak di Kabupaten Cirebon sudah tidak ada lagi.
“Beberapa hal lainnya yang bisa kita lakukan, dengan coba membentuk UPTD PPA nya. Mudahan-mudahan dengan semakin banyak lembaga terbentuk, semakin bisa mengiptimalkan perlindungan PPA di Kabupaten Cirebon,”katanya.
Kepala DPPKBP3A Kabupaten Cirebon, Hj Eni Suhaeni mengungkapkan pihaknya mencatat pada 2021 ada 101 kasus yang terlaporkan. Kemudian pada 2023 ada 107 kasus. Sementara pada 2024 dari Januari hingga Oktober ada 31 kasus kekerasan perempuan dan anak.
“Jadi kalau dilihat dari yang melaporkan, Alhamdulillah turun. Kalau misalnya di 2022 dan 2023 rerata antara 8 sampai 9 kasus dalam satu bulannya. Tahun ini rerata 3 kasus dalam satu bulannya. Tentang angka ini kami tetap waspada,” katanya.
Hal sama disebutkan Biro Perencanaan dan Keuangan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dwi Budi prasetyo Supardi. Menurutnya, secara survei ada penurunan kasus kekeran perempuan dan anak di Indonesia. Pada 2021 ada 26 persen prevalensi kekerasan sedangkan di 2024 jadi 24 persen. Walaupun secara jumlah termasuk tinggi, dengan 22 juta perempuan mengalami kekerasan.
Ia mengharapkan, upaya di Kabupaten Cirebon terkait dengan mandat UU TPKS bisa terbentuk secara kelembagaan unit yang menangani langsung atau yang dikenal dengan unit layanan TPS Daerah.
“Memang Kabupaten Cirebon belum ada tapi secara kearifan lokal sudah ada P2TP2A dan UPT P5A, itu sebenarnya membantu juga untuk menjangkau dan mendampingi korban kekerasan yang ada di tingkat desa,” katanya.
Sementara itu, terkait belum adanya rumah perlindungan sementara (shelter) kata Budi, kalau dari sisi penganggaran pemerintah sudah mengalokasikan DAK non fisik PPA dan DAK alokasi fisik.
“Untuk 2025 Kabupaten Cirebon tidak mendapatkan alokasi, tapi mudah-mudahan pada 2026 diusahakan. Tentunya dengan hadirnya UPTD PPA yang tadi tinggal finalisasi penyusunan perbup, juga komitmen daerah, satgas dan motekar tentunya bisa menjadi salah satu kriteria digelontorkannya DAK fisik.
Ada dua menu pertama untuk renovasi rumah perlindungan sementara atau shelter, kedua renovasi gedung UPTD PPA. Syaratnya tentu sudah ada bangunan tersebut, kemudian milik pemda dan diperuntukkan bagi UPTD,” tuturnya.(Junaedi)