Kenaikan Pajak

BESARAN pajak negara acap kali menjadi perdebatan di kalangan masyarakat. Satu sisi masyarakat merasa terbebani dengan besaran pajak tersebut, di sisi lain Pemerintah perlu menarik pajak untuk membiayai segala keperluan negara.
PAJAK itu sendiri menurut pengertian umum adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dengan begitu, pajak merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam penyelenggaraan sebuah negara. Namun begitu jangan sampai membebani masyarakat. Apalagi dalam praktiknya melebih dari angka rasional. Setidaknya inilah yang dikeluhkan masyarakat Kota Cirebon mengenai pajak bumi dan bangunan (PBB) yang mencapai di atas 100 persen. Kenaikan PBB ini bahkan ada yang mencapai hingga 600 persen.
Kenaikan PBB ini otomatis mempengaruhi transaksi keuangan, utamanya dalam aktivitas kenotarisana. Mereka yang berprofesi sebagai notaris mengaku keberatan sehingga sempat membuat surat ke DPRD, pemkot tembusan ke Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD). Isinya minta kenaikan PBB itu ditinjau ulang.
Soal kenaikan pajak yang dikeluhkan ini mereka sudah melakukan sampling, rata-rata kenaikan PBB di Kota Cirebon mencapai di atas 100 persen, bahkan ada yang mencapai 600 persen. Mereka mengkhawatirkan kenaikan PBB ini akan berimbas pada realisasi target PBB yang diterapkan oleh Pemkot Cirebon
Ini bisa saja terjadi karena masyarakat kemungkinan tidak akan mampu membayar. Oleh sebab itu, kita mendorong pihak-pihak terkait membangun kembali komunikasi antara wajib pajak dengan pihak BPKPD untuk mencari jalan keluar yang terbaiknya.
Kita berharap kenaikan pajak ini bisa ditekan dan masyarakat wajib pajak dapat memahaminya. Agar masing-masing pihak saling menghargai maka diperlukan komunikasi untuk mencari formula yang disepakati bersama.***