Ayumajakuning

Manfaatkan Kesulitan Petani, Disinyalir Beredar Pupuk Ilegal dengan Harga Mahal

 

MAJALENGKA-Peredaran pupuk ilegal disinyalir terjadi di wilayah utara Majalengka yang dijual seharga Rp 475.000 per kwintal kepada petani. Oknum penjual  pupuk itu memanfaatkan kesulitan petani mendapatkan pupuk subsidi.

Anggota Komisi IV DPP RI yang membidangi pertanian dan perkebunan H Sutriano mengungkapkan, adanya indikasi peredaran pupuk ilegal tersebut setelah pihaknya mengumpulkan sejumlah penyalur pupuk di sejumlah wilayah di Kabupaten Majalengka.

Menurutnya, harga pupuk ilegal yang bereredar tersebut antara Rp 400.000-Rp 475.000 per kwintal dan hal itu diduga ada yang membackup. Sehingga harus ditelusuri dari mana pupuk tersebut berasal.

Anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Subang, Majalengka dan Sumedang ini mengemukakan, agar distribusi pupuk bisa berjalan lancar sesuai kebutuhan petani, maka diperlukan pembenahan administrasi mekanisme penyaluran yang tidak mengacu pada kuota per bulan, tetapi sesuai masa tanam yang dilakukan para petani.

Misalnya masa tanam yang dilakukan petani biasa dilakukan saat hujan mulai turun dan itu terjadi pada Desember. Sehingga seminggu tanam pupuk harusnya sudah tersedia, untuk melakukan pemupukan pertama.

“Nah saat ini pupuk belum ada karena ketersediaan pupuk terkendala administrasi atau surat resmi yang diterbitkan oleh pemerintah, pupuk baru didistribusikan pada Januari. Ini selalu menjadi kendala bagi para petani, yang akhirnya petani merasa kesulitan memperoleh pupuk subsidi. Jadi karena tidak ada, mereka terpaksa beli pupuk non subsidi,” tuturnya.

Terlebih disampaikannya,  pada 2024 ini terjadi pengurangan kuota pupuk secara nasional. Kondisi inipun dimanfaatkan para spekulan yang memiliki ketersediaan pupuk subsidi untuk dijual dengan harga mahal hingga Rp 400.000 per kwintal. Padahal harga resminya hanya Rp 225.000-Rp 230.000 per kwintal.

Sutrisno mengaku telah berulang kali menyampaikan kepada Kementerian Pertanian, agar pola pendistribusian pupuk tidak mengacu ada awal tahun, namun berdasarkan musim tanam (MT), yang pertama dimulai pada Desember.

“Nanti saya akan menyampaikan persoalan ini ke Kementerian Pertanian, untuk segera disikapi, mulai tahun depan tidak lagi seperti sekarang. Sehingga penyaluran pupuk akan sesuai dengan kebutuhan petani. Selain itu  akan ditelusuri apa penyebab pengurangan pupuk bersubsidi yang pengurangannya sangat banyak,” katanya.

Sementara itu, Ahmad petani di Desa Kertawinangun mengatakan untuk pemupukan kedua, dirinya terpaksa membeli pupuk non subsidi yang harganya mahal. Diapun mengaku tidak memiliki Kartu Tani, sehingga penyalur tidak bisa melayani pupuk bersubsidi.

“Mahal pupuknya,” ujarnya.

Sebelumnya Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka Iman Firmansyah menyebutkan, pada tahun ini terjadi penurunan kuota pupuk bersubsidi hingga hampir 50 persen. Yakni dari pengajuan kuota sebanyak 44.719.878 ton untuk urea, namun hanya direalisasi  23.614.214 ton atau 52,805 persen dari pengajuan. Kemudaian untuk NPK diajukan sebanyak  52.632.252 ton dan direalisasi mencapai 15.456.589 ton atau sebesar 29,367 persen.

Menurutnya, dengan terjadinya pengurangan kuota, pihaknya melalui para penyuluh pertanian di lapangan telah menyarankan petani untuk menggunakan pupuk non subsidi serta pupuk kompos.Termasuk melakukan sosialisasi kepada petani mengenai pembelian pupuk cukup membawa KTP, karena kuota yang terbatas.

“Kalau dengan harga gabah di atas Rp 800.000 per kwintal, menggunakan pupuk non subsidi masih bisa untung. Namun kami sejak lama telah menyarankan petani untuk terus berusaha menggunakan pupuk kompos,  tapi petani belum bisa melakukannya secara efektif,” tuturnya.(Tati)

 

 

 

Related Articles

Back to top button