Ayumajakuning

Kasus Kekerasan Anak di Kota Cirebon Meningkat, PWI Tegaskan Pentingnya Pemberitaan Ramah Korban

kacenews.id-CIREBON-Kasus kekerasan terhadap anak di Kota Cirebon pada 2024 tercatat mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. Fakta tersebut mengemuka dalam diskusi bertema “Perspektif Media soal Isu Kekerasan terhadap Perempuan”.

Diskusi digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Cirebon berkolaborasi dengan Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan, Selasa (9/12/2025), di Co-Working Space Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik (DKIS).

Diskusi ini merupakan rangkaian kegiatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16 HAKTP). Ketua PWI Kota Cirebon, Muhammad Alif Santosa, memoderatori kegiatan yang menghadirkan tiga narasumber: Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan DP3APPKB Kota Cirebon, Weri, S.Kep., NS; Aida Nafisah dari Mubadalah.id; dan pegiat isu gender, Uun Uneri.

Puluhan wartawan hadir, termasuk wartawan senior Syaeful Badar yang juga dosen IAIN Syekh Nurjati dan mantan wartawan RRI, Irwan Nurdin. Dalam paparannya, Weri mengungkapkan bahwa kasus kekerasan pada anak menunjukkan tren peningkatan signifikan. Pada 2023 tercatat 36 kasus, dengan dominasi kekerasan fisik sebanyak 26 kasus.

Tahun berikutnya, jumlah kasus naik menjadi 48 kasus, didominasi kekerasan seksual sebanyak 28 kasus. “Ada kenaikan dari 38 ke 48 kasus. Tidak semua korban berani melapor, tapi kini lebih banyak yang sudah berani speak up. Kami juga menyediakan hotline untuk pengaduan,” kata Weri.

Ia juga menjelaskan bahwa penanganan kasus masih terkendala kesiapan kelembagaan dan sarana prasarana. Meski Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) sudah ditetapkan melalui Perwal Nomor 51 Tahun 2023, keberadaan SDM dan fasilitas pendukung masih dinilai belum efektif.

Selain itu, pencegahan kekerasan di dunia pendidikan, terutama sekolah berasrama, dinilai perlu ditingkatkan. Dari perspektif media, Aida Nafisah menekankan pentingnya peran pemberitaan dalam membentuk pemahaman publik mengenai kekerasan. “Media membentuk cara kita memahami kekerasan. Kalau pemberitaannya salah menafsirkan kekerasan, publik pun akan keliru memahaminya,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua PWI Kota Cirebon, Muhammad Alif Santosa, mengajak insan pers untuk mengedepankan perspektif korban dalam setiap pemberitaan. Ia menegaskan bahwa media harus berhati-hati agar tidak mengeksploitasi perempuan dan kelompok rentan demi kepentingan trafik.

“Mengeksploitasi perempuan untuk kepentingan trafik itu juga bentuk kekerasan. Jurnalis memiliki rambu-rambu yang diatur oleh Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers,” tegasnya.

Alif menambahkan bahwa PWI Kota Cirebon akan rutin menggelar diskusi tematik agar wartawan tetap memiliki ruang intelektual untuk mendalami berbagai isu publik.

“Diskusi adalah tradisi intelektual yang harus dijaga. Dari diskusi itu lahir gagasan yang dapat menjadi pertimbangan bagi para pihak yang berkepentingan,” ujarnya.(Jak)

Related Articles

Back to top button