Kejari Kabupaten Cirebon Konsisten Menjaga Desa Tetap Bersih dari Korupsi
kacenews.id-CIREBON-DI sebuah ruang sederhana di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Cirebon, obrolan santai siang itu kembali mengerucut pada satu hal, yakni bagaimana menjaga desa tetap bersih dari praktik korupsi.
Hendrawan, Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun), berbicara dengan mata berbinar, seolah memikul misi yang tak sebentar usianya, misi menjaga integritas sampai ke titik paling bawah pemerintahan, yakni desa.
Anggaran desa yang kian meningkat mestinya menjadi berkah, tapi tak jarang berubah menjadi cobaan yang menggoda. Di berbagai daerah, beberapa kepala desa terpaksa berhadapan dengan hukum akibat pengelolaan keuangan yang keliru.
Di Kabupaten Cirebon, cerita pahit itu juga pernah mampir. Namun, di balik kabar buruk, ada secercah upaya yang terus bergelora, yakni gerakan pencegahan korupsi yang dilakukan Kejari Kabupaten Cirebon.
“Semangat antikorupsi itu harus ditanamkan sejak awal. Tidak hanya pada level atas, tapi mulai dari desa sebagai fondasi pemerintahan,” tutur Hendrawan, Kamis (4/12/2025). Suaranya tenang, namun sarat tekad.
Bidang Datun, ujarnya, terus memperkuat pelayanan hukum kepada desa, dari mulai sosialisasi, diskusi hukum, hingga pendampingan dalam setiap proses administrasi.
Upaya itu kini semakin terstruktur dengan adanya perjanjian kerja sama (MoU) antara kejari dan desa-desa di Kabupaten Cirebon.
“Dari 412 desa di Kabupaten Cirebon, 405 desa sudah MoU dengan kami. Sisanya segera menyusul,” ucapnya.
Bagi Hendrawan, MoU bukan sekadar tanda tangan, melainkan kompas agar desa berjalan lurus. Melalui pendampingan itu, setiap pengelolaan dana desa, aset hingga pengambilan keputusan dapat diukur dengan aturan yang jelas.
Namun perjuangan tak pernah tanpa hambatan. “Wilayah hukum kita luas, desa banyak, sementara sebagian desa masih pasif memanfaatkan layanan hukum. Ini tantangan besar bagi kami,” katanya.
Tetapi Kejari tak ingin berhenti pada pendampingan administratif. Mereka ingin memastikan setiap pembangunan benar-benar menyentuh masyarakat, tepat sasaran, tepat guna, dan tentu saja, tepat aturan.
Apresiasi Pemerintah Daerah
Wakil Bupati Cirebon, H. Agus Kurniawan Budiman, melihat gerakan Kejari ini sebagai angin segar. Pendampingan langsung ke desa, menurutnya, adalah bentuk nyata keberpihakan hukum terhadap kesejahteraan masyarakat.
“Desa itu ujung tombak pembangunan. Kalau aparatur desa kuat secara aturan, maka pembangunan kita juga kuat. Desa sejahtera, kabupaten sejahtera, insya Allah negara juga ikut sejahtera,” ujar Agus.
Manfaat MoU itu pun bukan sekadar teori. Hal itu dirasakan betul oleh Kepala Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, Rochmanur.
Baginya, pendampingan hukum dari Kejari bukan hanya membantu administrasi, tetapi juga menenangkan hati para aparat desa yang kerap khawatir salah langkah.
“Dulu, kami sering ragu ketika harus mengambil keputusan terkait anggaran. Takut salah, takut dianggap menyalahi aturan. Tapi setelah ada pendampingan dari Kejari, langkah kami lebih mantap. Kami paham mana yang benar secara hukum, mana yang harus dikonsultasikan,” kata Rochmanur.
Ia menyebut, pendampingan itu bukan hanya tentang aturan, tetapi juga tentang perubahan cara berpikir. “Pendekatannya tidak menggurui. Mereka datang sebagai mitra, bukan sekadar pengawas. Itu membuat kami merasa dihargai,” lanjutnya.
Rochmanur bahkan menilai bahwa semangat antikorupsi ini membawa dampak langsung bagi masyarakat. “Warga sekarang juga lebih percaya pada pemerintah desa. Transparansi meningkat, dan kami bisa lebih fokus pada pembangunan. Jujur saja, ini membuat kerja kami jauh lebih tenang,” tambahnya.
Menjaga Api Integritas
Di tengah dinamika pembangunan desa, gerakan antikorupsi yang diusung Kejari Kabupaten Cirebon seolah menjadi bara kecil yang terus dijaga agar tetap menyala.
Bara itulah yang menghangatkan harapan masyarakat bahwa anggaran yang digelontorkan negara benar-benar kembali dalam bentuk kesejahteraan.
Di balik MoU, pendampingan, dan diskusi hukum, ada pesan yang ingin disampaikan, yakni integritas adalah fondasi pembangunan. Dan fondasi itu kini sedang dirawat bersama, oleh kejaksaan, pemerintah daerah, hingga para kepala desa yang ingin desanya tumbuh tanpa bayang-bayang kasus korupsi.
Gerakan ini mungkin tidak selalu tampak megah. Ia berjalan pelan, masuk ke ruang rapat desa, menyusup ke dokumen anggaran, hingga menyentuh cara pandang para perangkat desa. Namun dari hal-hal kecil itulah, masa depan pemerintahan yang bersih sedang dibangun perlahan, tapi pasti.***





