CirebonRaya

BPBD Dorong Kolaborasi Hulu-Hilir untuk Mitigasi Terpadu, Sembilan Bencana Intai Cirebon

KABUPATEN CIREBON menghadapi sembilan potensi bencana dengan empat yang paling mendesak: banjir, cuaca ekstrem, longsor, kebakaran hutan atau lahan. BPBD mendorong pergeseran fokus dari respons darurat ke mitigasi terpadu terutama melalui kolaborasi kawasan hulu–hilir lintas daerah.

Sepanjang Januari–November 2025 terjadi 160 bencana, berdampak pada 100 kecamatan, 151 desa, lebih dari 8.000 rumah terendam, dan lebih dari 50 ribu jiwa terdampak. Banjir menjadi ancaman terbesar, dipicu kiriman air dari hulu dan sedimentasi tinggi pada sungai-sungai pembuang seperti Lebak Putat dan Lebak Lamaran.

BPBD merekomendasikan langkah mitigasi strategis, termasuk sumur resapan, biopori, sodetan DAS kritis, pembangunan DAM, dan penguatan kerja sama pengelolaan wilayah hulu secara terintegrasi.

kacenews.id-CIREBON-Menghadapi sembilan potensi bencana alam yang terus mengintai wilayahnya, Kabupaten Cirebon mulai menggeser fokus penanganan dari sekadar respons darurat menjadi penguatan sistem mitigasi terpadu lintas wilayah.

Upaya ini dinilai penting mengingat posisi Cirebon sebagai daerah pesisir dengan 54 kilometer garis pantai dan topografi yang terhubung erat dengan kawasan hulu di wilayah tetangga.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cirebon mencatat adanya sembilan ancaman bencana mulai dari banjir, cuaca ekstrem, rob, hingga gempa bumi. Namun empat di antaranya dinilai paling mendesak untuk ditangani secara komprehensif, yakni banjir, cuaca ekstrem, longsor, serta kebakaran hutan dan lahan.

“Kita bukan hanya bicara penanganan saat bencana terjadi, tapi bagaimana memperkuat sistem pencegahannya. Ini membutuhkan kolaborasi hulu–hilir,” ujar Kalak BPBD Kabupaten Cirebon, Ikin Asikin, Rabu (3/12/2025).

Sepanjang Januari hingga akhir November 2025, terdapat 160 kejadian bencana yang memengaruhi sekitar 100 kecamatan dan 151 desa.

Data BPBD mencatat 8.000 lebih rumah terendam banjir, empat rumah rusak berat, serta kerusakan ringan pada 100 rumah dan 65 rumah ibadah. Dampaknya menjangkau lebih dari 20 ribu KK dan 50 ribu jiwa.

Menurut Ikin, banjir menjadi bencana paling besar dan berulang, terutama karena kiriman air dari wilayah hulu serta tingginya sedimentasi di Sungai Ciberes. Meski Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) telah melakukan normalisasi di Sungai Cisanggarung, hasilnya belum mampu memberikan dampak signifikan.

“Sedimentasi di sejumlah sungai pembuang seperti Lebak Putat dan Lebak Lamaran sudah sangat tinggi, sehingga tidak mampu menahan debit air saat hujan lebat,” jelasnya.

Untuk memperkuat mitigasi, BPBD merekomendasikan beberapa langkah strategis: mulai dari penerapan sumur resapan dan biopori di kawasan padat penduduk, pembangunan sodetan di daerah aliran sungai (DAS) kritis, pembangunan DAM untuk mengendalikan debit air, hingga penguatan kerja sama lintas daerah untuk pengelolaan kawasan hulu.

“Kerja sama lintas batas ini krusial. Sistem pengelolaan dan pemantauan area hulu harus terintegrasi agar potensi banjir bisa dideteksi sedini mungkin. Dari sembilan potensi bencana yang ada, banjir masih menjadi ancaman terbesar,” tegas Ikin.

Dengan pendekatan mitigasi terpadu ini, Pemerintah Kabupaten Cirebon berharap dapat menekan risiko bencana yang setiap tahun terus mengintai wilayahnya, sekaligus membangun ketahanan lingkungan yang lebih kuat bagi masyarakat pesisir dan daratan Kabupaten Cirebon.(Mail)

Related Articles

Back to top button