Ayumajakuning

Krisis Air Mengintai Kuningan

Pencabutan Moratorium Pembangunan Perumahan Berdampak pada Resapan Air

kacenews.id-KUNINGAN-Pencabutan moratorium pembangunan perumahan di wilayah strategis Kecamatan Kuningan dan Kecamatan Cigugur oleh Pemerintah Kabupaten Kuningan memicu kekhawatiran masyarakat terkait potensi kerusakan lingkungan dan ancaman krisis air. Keputusan ini dinilai berdampak langsung pada kawasan resapan yang selama ini menjadi sumber utama kebutuhan air warga.
Moratorium sebelumnya diberlakukan untuk menjaga zona resapan air agar tetap berfungsi sebagai penyangga ekosistem dan penyedia pasokan air bersih. Namun, pembukaan izin pembangunan di kawasan Cigugur yang termasuk area resapan dinilai berisiko mengurangi kemampuan tanah menyerap air dan berpotensi memengaruhi tata ruang yang telah diatur melalui Perda RTRW.
Ketua LBH Pojok Kesetaraan Masyarakat (PKM) Cabang Kuningan, Iis Santosa, menilai ancaman terbesar dari keputusan ini adalah terganggunya ketersediaan air bagi masyarakat. “Ancaman terbesar yang disoroti adalah risiko krisis air. Pembangunan perumahan yang tidak terkontrol di wilayah-wilayah resapan air akan mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap dan menyimpan air,” ujarnya, Senin (1/12/2025).
Ia menambahkan, dampak pembangunan bukan hanya persoalan tata ruang tetapi juga berkaitan dengan hak dasar masyarakat.
Menurutnya, pembangunan perumahan di kawasan resapan dapat mengurangi pasokan air bagi warga setempat dan sekitarnya, sehingga mengarah pada pelanggaran hak warga atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Di sisi lain, DPRD Kabupaten Kuningan menyatakan perlunya evaluasi atas pencabutan moratorium tersebut. Sejumlah anggota legislatif menilai kajian yang dijadikan dasar keputusan belum sepenuhnya komprehensif, terutama terkait risiko krisis air dan keberlanjutan lingkungan. Legislator Provinsi Jawa Barat juga meminta Pemkab Kuningan berhati-hati dalam membuka izin pembangunan di wilayah resapan seperti Cigugur.
Keraguan publik turut menguat akibat proses pengambilan keputusan yang dinilai minim keterbukaan. Beberapa pihak menilai pencabutan dilakukan terlalu cepat dan belum menjelaskan dampak lingkungan secara menyeluruh. Seorang mantan pejabat DPMPTSP menyebut munculnya isu dugaan suap dalam proses keputusan, meski telah dibantah oleh pemerintah.
“Isu dugaan suap senilai Rp1 miliar sempat mencuat terkait keputusan ini, meskipun pihak pemerintah telah membantahnya. Namun dugaan tersebut menimbulkan pertanyaan serius mengenai integritas proses pengambilan keputusan yang lebih didasari motif ekonomi sesaat daripada pertimbangan perlindungan lingkungan dan kepentingan publik,” ucapnya.
Selain risiko penurunan kualitas air, pembukaan kembali izin perumahan juga dinilai berpotensi mengancam situs budaya di sekitar kawasan pembangunan. Karena itu, berbagai pihak mendorong adanya evaluasi menyeluruh yang melibatkan pemerintah, masyarakat, akademisi, dan lembaga legislatif untuk memastikan kebijakan berjalan sesuai aturan tata ruang dan prinsip kelestarian lingkungan.
Iis menegaskan bahwa evaluasi terbuka diperlukan agar Kuningan tidak kehilangan status konservasinya serta masyarakat tetap mendapatkan hak atas air bersih. “Tanpa adanya evaluasi yang transparan dan matang, Kuningan terancam kehilangan status konservasinya. Begitu pula warga terancam kehilangan pasokan air bersih mereka. Ini sebuah pelanggaran terhadap hak fundamental yang harus dipertanggungjawabkan di mata hukum,” ujarnya.(Ya)

Related Articles

Back to top button