CirebonRaya

PKL Sukalila Tolak Relokasi ke Lantai 2 Pasar Pagi

Pemkot Cirebon Siapkan Skema Insentif dan Penataan

PKL SUKALILA menolak relokasi ke lantai 2 Pasar Pagi karena belum ada sosialisasi detail, survei lokasi, maupun jaminan kelayakan tempat baru. Para Pedagang dan pembina UMKM meminta kejelasan terkait lokasi, aturan, mekanisme relokasi serta dampaknya terhadap keberlangsungan usaha.

DPRD Kota Cirebon memfasilitasi RDP untuk mencari solusi, dengan menghadirkan lintas dinas agar relokasi dilakukan secara adil dan terukur. Pemkot Cirebon menyiapkan skema relokasi, termasuk sentra figura di lantai 2 Pasar Pagi (117 slot), undian penempatan, bebas sewa 1 tahun, dan retribusi Rp 10.000/hari mulai April 2026. Pedagang mendukung normalisasi Sungai Sukalila, tetapi meminta pemerintah menjamin keberlangsungan usaha dan melakukan penataan kolaboratif bukan sekadar pemindahan.

kacenews.id-CIREBON-Rapat dengar pendapat (RDP) terkait rencana penataan dan penertiban pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Sungai Sukalila digelar di DPRD Kota Cirebon, Rabu (26/11/2025) sore.

Rapat tersebut melibatkan perwakilan pedagang, pembina UMKM, DPRD kota Cirebon, serta lintas dinas Pemkot Cirebon untuk mencari solusi atas keresahan para pelaku usaha, khususnya perajin figura di Jalan Sukalila Selatan.

Pembina pelaku UMKM Sukalila Selatan, Prabu Diaz, menyampaikan. para pedagang menuntut kejelasan terkait rencana relokasi yang hingga kini belum pernah disosialisasikan secara detail oleh Pemerintah Kota Cirebon.

“Mereka ingin kejelasan kapan direlokasi, di mana tempatnya, dan bagaimana aturannya. Selama ini. kami merasa tidak pernah diajak diskusi,” ujar Prabu Diaz, usai RDP.

Ia menegaskan, pihaknya lebih memilih jalur formal untuk menyampaikan aspirasi dibandingkan melakukan aksi tidak terarah. Menurutnya, DPRD Kota Cirebon merespons baik masukan pedagang dan menghadirkan sejumlah dinas untuk mengkaji solusi terbaik.

“Daripada teman-teman ini jadi liar, kami giring ke RDP. Alhamdulillah, disambut baik mulai dari pimpinan sampai semua fraksi,” ungkapnya.

Prabu Diaz menegaskan, para pelaku UMKM tidak menolak program pembangunan, namun meminta pemerintah memperhatikan dampak terhadap keberlangsungan ekonomi masyarakat kecil.

“Pastinya kami mendukung pembangunan Kota Cirebon, tapi juga harus dipikirkan keberlangsungan usaha UMKM,” tegasnya.

Di tempat yang sama, Ketua Paguyuban UMKM Sukalila Selatan, Budi Frame, meminta Pemkot Cirebon mengkaji ulang rencana relokasi pedagang ke Pasar Pagi.

Menurutnya, keputusan tersebut belum bisa diterima karena belum ada survei langsung dan belum jelas kesiapan tempat pengganti.

“Kami belum pernah survei ke sana seperti apa tempatnya, aksesnya bagaimana, dan masa depan kami akan seperti apa,” ujarnya.

Terkait program normalisasi Sungai Sukalila yang menjadi dasar penertiban, Budi menyatakan mendukung penuh upaya tersebut. Namun, ia meminta jaminan agar pedagang dapat kembali setelah proyek selesai.

“Silakan dinormalisasi, kami tidak menolak. Tapi, kalau lapak usaha kami dibongkar, syaratnya harus didirikan lagi setelah selesai,” tegasnya.

Menurut Budi, solusi terbaik adalah kolaborasi antara pemerintah dan pelaku UMKM untuk menata kawasan, bukan sekadar memindahkan pedagang ke gedung bertingkat atau lokasi yang belum terbukti layak.

“Kalau kami lari ke atas gedung, berarti kami bukan mau jualan, tapi seperti pameran seni. Jualan itu di jalan, bukan di gedung,” tuturnya.

Paguyuban UMKM Sukalila Selatan berharap adanya audiensi lanjutan hingga tercapai kesepakatan tanpa merugikan pedagang.

“Harapan kami ke depan ada audiensi lagi sampai titik nolnya. Tapi yang jelas, kami akan tetap bertahan di Sukalila,” tegas Budi.

Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil, Menengah, Perdagangan dan Perindustrian (DKUKMPP) Kota Cirebon, Iing Daiman, menegaskan, penataan dan penertiban PKL di kawasan Sungai Sukalila merupakan bagian dari program Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) yang harus didukung bersama. Program tersebut sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat maupun Pemerintah Kota Cirebon.

“Sudah ada kesimpulannya bahwa program ini adalah bagian dari program BBWS yang wajib kita dukung bersama karena program pemerintah pusat, termasuk Kota Cirebon, mendukung untuk penataan dan penertibannya,” ujar Iing dalam RDP.

Sebagai langkah konkret, pemerintah kota Cirebon menyiapkan lokasi relokasi untuk para pedagang terdampak. Pedagang figura akan dipusatkan di lantai 2 Pasar Pagi dengan menyediakan 117 slot, di mana 76 pedagang figura menjadi prioritas untuk ditempatkan sebagai sentra figura.

Sementara itu, pedagang kuliner akan direlokasi ke area parkir dalam Pasar Pagi dengan ukuran lapak 2×2 meter, sedangkan pedagang figura mendapatkan area seluas 6 meter persegi dengan dua pilihan ukuran, yaitu 3×2 meter dan 2,4×2,5 meter.

Mekanisme penempatan akan dilakukan melalui sistem undian guna memastikan keadilan dan menghindari konflik antar pedagang.

Sebagai bentuk dukungan, Pemerintah Kota Cirebon memberikan insentif bebas sewa selama satu tahun bagi seluruh pedagang yang direlokasi.

Untuk retribusi harian, berdasarkan Peraturan Wali Kota, tarif resmi ditetapkan sebesar Rp17.100 per hari. Namun, atas kebijakan direksi PD Pasar dan rekomendasi DPRD, tarif tersebut akan dikecualikan menjadi Rp10.000 per hari, dan diberlakukan mulai April 2026.

“Untuk satu tahun pertama relokasi, mereka dibebaskan dari sewa. Sedangkan retribusi akan diberlakukan Rp10.000 per hari mulai April 2026,” jelas Iing.(Fan)

Related Articles

Back to top button