Diduga Langgar Tiga Undang-undang, DPRD Bongkar Kejanggalan Izin City Land
PROYEK City Land diduga berdiri di kawasan sabuk hijau, area yang seharusnya menjadi ruang terbuka hijau dan resapan air. DPRD mempertanyakan legalitas izin, karena lokasi dinilai tidak sesuai RTRW dan berpotensi menabrak tiga undang-undang lingkungan. Pengembang mengklaim seluruh izin lengkap, termasuk Pertek, Andalalin, UKL-UPL, rekomendasi TKPRD, dan PBG. Proses perizinan dinilai janggal, memicu desakan agar pemerintah daerah membuka dokumen perizinan secara transparan. Publik menunggu sikap resmi pemda, terutama terkait revisi RTRW dan potensi dampak ekologis dari pengalihfungsian sabuk hijau.
kacenews.id-CIREBON-Polemik pembangunan Perumahan City Land di Kelurahan Sumber memasuki babak baru. Proyek tersebut kembali menuai kritik setelah diduga berdiri di kawasan sabuk hijau, zona yang seharusnya berfungsi sebagai ruang terbuka hijau (RTH) penyangga lingkungan dan wilayah resapan air.
Meski demikian, pihak pengembang bersikeras bahwa seluruh dokumen perizinan telah dikantongi secara lengkap. Klaim inilah yang memicu tanda tanya besar mengenai konsistensi pemerintah daerah dalam menerapkan aturan tata ruang.
Anggota DPRD Kabupaten Cirebon, Berry Kusuma Drajat, mempertanyakan bagaimana izin pembangunan bisa diterbitkan dengan begitu mudah, meski lokasi proyek diduga tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW).
Berry menilai, proses perizinan terkesan memaksa dan berpotensi bertentangan dengan sejumlah regulasi fundamental.
“Kenapa dinas berani mengubah tata ruang? Sampai menabrak tiga undang-undang. Yakni Undang-Undang Sabuk Hijau, Undang-Undang Penyerapan Air, dan Undang-Undang Suaka Margasatwa. Masak revisi RTRW bisa sampai melanggar tiga undang-undang sekaligus?” ujarnya.
Menurut dia, sabuk hijau memiliki fungsi ekologis krusial, mulai dari resapan air, pembatas pertumbuhan kawasan perkotaan, hingga perlindungan ekosistem tertentu.
Pengalihfungsian kawasan tersebut disebut dapat menimbulkan dampak lingkungan jangka panjang yang tak bisa diabaikan.
Berry mendesak pemerintah daerah membuka proses perizinan secara transparan dan memastikan tidak ada pelanggaran prosedur maupun potensi konflik kepentingan.
“Banyak aturan yang ditabrak. Kalau daerah resapan air hilang, bagaimana kebutuhan air warga sekitar nanti?” tegasnya.
Ia juga mempertanyakan apakah aturan-aturan yang berkaitan dengan sabuk hijau dan suaka margasatwa telah direvisi secara resmi atau justru diabaikan begitu saja.
Sebelumnya, Penanggung Jawab City Land, Iim Sanim, menegaskan bahwa proyek perumahan tersebut telah berjalan sesuai regulasi. Ia menyebut seluruh proses perizinan ditempuh dengan waktu lama dan melalui mekanisme resmi.
Iim menjelaskan, pengembangan City Land dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama dilakukan PT Baari Manunggal Sejahtera Cirebon, sementara tahap kedua dikerjakan oleh induk perusahaan, PT ASP Land Development.
Proyek tahap awal berdiri di lahan seluas lima hektare, dan seluruh perizinan disebut sudah lengkap, mulai dari izin lokasi, peraturan teknis (Pertek), Analisis Dampak Lalu Lintas (Andalalin), UKL-UPL, rekomendasi Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD), dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
“Proses perizinan dilakukan sejak 2019-2021 melalui OSS dan mekanisme lain. Karena itu, pembangunan baru bisa dimulai pada 2022, saat semuanya lengkap,” jelasnya.
Dengan adanya perbedaan klaim antara DPRD dan pihak pengembang, publik kini menanti sikap resmi pemerintah daerah. Transparansi dalam proses revisi RTRW maupun penerbitan perizinan dinilai penting untuk memastikan tidak ada celah penyimpangan, terlebih kawasan sabuk hijau memiliki fungsi ekologis yang vital.(Mail)





