Mengembalikan Marwah Guru di Tengah Tantangan Zaman
KASUS guru yang dilaporkan oleh orang tua murid ke aparat penegak hukum belakangan ini menjadi fenomena yang memprihatinkan. Di tengah upaya pemerintah memperkuat kualitas pendidikan dan profesionalisme pendidik, justru muncul ketegangan antara dua pihak yang seharusnya bersinergi, guru dan orang tua.
Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, menyoroti kondisi ini sebagai sesuatu yang ironis. Ia benar. Guru bukanlah musuh, melainkan mitra utama dalam mendidik dan membentuk karakter anak. Namun, di era media sosial dan meningkatnya kesadaran hukum masyarakat, setiap tindakan guru kini berada di bawah sorotan tajam. Ketegasan sering disalahartikan sebagai kekerasan, sementara disiplin dianggap pelanggaran.
Fenomena ini menunjukkan adanya perubahan paradigma dalam hubungan antara sekolah, guru, dan orang tua. Rasa hormat dan kepercayaan terhadap guru kian menurun. Padahal, pendidikan tidak akan pernah berhasil tanpa kepercayaan dan kerja sama yang kuat antara keluarga dan sekolah.
Dalam konteks ini, langkah PGRI Kota Cirebon menggelar Seminar Perlindungan Hukum bagi Guru patut diapresiasi. Upaya tersebut menjadi bentuk antisipasi terhadap potensi kriminalisasi tenaga pendidik, sekaligus wadah untuk memperkuat pemahaman hukum di kalangan guru.
Namun, perlindungan hukum saja tidak cukup. Diperlukan juga pendekatan sosial dan komunikasi yang intensif antara sekolah dan orang tua murid.
Pemerintah daerah bersama Dinas Pendidikan dan PGRI perlu memperluas ruang dialog. Sosialisasi kepada orang tua mengenai batas kewenangan dan tanggung jawab guru harus digalakkan. Begitu pula sebaliknya, guru juga harus terus mengasah kepekaan dan profesionalismenya dalam menangani siswa tanpa melanggar prinsip perlindungan anak.
Rencana disahkannya Undang-Undang Perlindungan Guru adalah langkah maju. Namun, implementasinya harus seimbang dengan penegakan etika profesi pendidik. Perlindungan hukum tidak boleh menjadi tameng untuk tindakan yang melampaui batas, tetapi menjadi penopang bagi terciptanya lingkungan pendidikan yang aman dan bermartabat.
Mengembalikan marwah guru berarti mengembalikan nilai-nilai luhur dalam pendidikan itu sendiri, nilai kesabaran, ketulusan, dan penghormatan terhadap ilmu. Tanpa itu semua, dunia pendidikan akan kehilangan ruhnya.
Karena itu, saatnya masyarakat, sekolah, dan pemerintah berjalan seiring, menjaga agar guru tetap menjadi sosok yang dihormati, bukan dicurigai.***




