Makanan Kemasan MBG, Ketua Persagi: Kalori Tinggi, Protein dan Rendah Vitamin
kacenews.id-CIREBON-Persatuan Ahli Gizi Nasional Kabupaten Cirebon menyoroti pemberian makanan bergizi gratis (MBG) oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPF) yang mengunakan makanan kemasan atau ringan.
Ketua Persatuan Ahli Gizi (Persagi) Kabupaten Cirebon, Sartono mengatakan tidak ada satupun teori gizi yang memperbolehkan MBG diberikan dalam bentuk makanan ringan atau kemasan.
Menurutnya, resikonya cukup tinggi ketika anak-anak diberikan makanan ringan atau kemasan. Pasalnya hampir semua makanan ringan buatan pabrik.
“Semua makanan ringan tinggi natrium, karena pengawet. Kemudian rasanya pasti lebih gurih. Jadi proteinnya gak bakal dapat, karena makanan olahan tuh tinggi di kalorinya tapi proteinnya kecil, mikronaturienya juga kecil, apalagi vitamin,” kata Sartono, Selasa (28/10/2025).
Padahal, kata Sartono, pihaknya telah mengumpulkan 55 ahli gizi dari 55 dapur SPPG, untuk mengikuti bimbingan teknis. Tujuannya untuk memastikan para 55 SPPG ini mempunyai ahli gizi yang standar.
“Saya bisa pastikan 55 SPPG itu punya ahli gizi yang standar. Sejak awal, menu itu rancangan kita. Dulu kami bikin rancangan menu dengan nama siklus 20 hari. Jadi setiap 20 kali pemasakan, kembali ke menu awal. Kita ngitung rencana anggaran biaya (RAB) berdasarkan uang kemudian menghitung kecukupan gizi sesuai dengan kebutuhan. Satu menu dapur itu kan hanya memenuhi 35 persen kecukupan harian,” katanya.
Namun, lanjut Sartono, 20 menu yang telah disusun oleh pihaknya disepakati oleh para SPPG tidak? Pasalnya bagaimanapun teman-teman gizi kan satu tim dengan kepala SPPG, kepala akuntan.
“Kadang kadang mungkin juga dapur ikut mempengaruhi itu, nah kita gak tahu karena kita gak sampai ke situ. Tapi kami pastikan dari awal menu yang kita buat sudah standar,” ujarnya.
Sartono menyoroti banyak SPPG belum memiliki Serrifikat Laik Higine Sanitasi (SLHS). Namun, mereka tetap berjalan. Akan tetapi pihaknya menyadari, sejak awal membangun masih berorientasi pada kuantiti, belum ukur kualitas termasuk standar pemenuhan SLHS.
“Cuma permasalahannya adalah kalau dia ingin mendapatkan SLHS, salah satu persyaratannya adalah 50 persen tenaga relawan itu harus memiliki sertifikat sebagai penjama makanan. Karena dalam Undang-undang kesehatan wajib sekurangnya 50 relawan memiliki sertifikat penjama makanan. Jadi kalau 47 orang, harusnya minimal 24 sudah punya sertifikat,” katanya.
“Jadi yang sekarang dikejar untuk mendapatkan SLHS itu persyaratannya, satu memiliki uji lab pangan, uji lab alat, lab lingkungan, sertifikat penjama makanan itu terpenuhi dulu, kalau itu gak ada, gak bisa bisa keluar SLHSnya,” tambahnya.(Junaedi)





