Ayumajakuning

Hari Jadi Majalengka 11 Februari, DPRD Targetkan November 2025 Perda Pengesahan

kacenews.id-MAJALENGKA-Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Majalengka menargetkan pengesahan Peraturan Daerah (Perda) tentang Hari Jadi Kabupaten Majalengka paling lambat November 2025.
Harapannya mulai 2026, masyarakat bisa memperingati Hari Jadi Majalengka dengan tanggal baru, yakni 11 Februari, sesuai hasil kajian ilmiah terbaru.
Target tersebut mengemuka dalam dialog Badan Musyawarah (Bamus) DPRD Majalengka bersama sejumlah tokoh dan pihak terkait, di antaranya budayawan sekaligus anggota tim peneliti sejarah Majalengka, Rachmat Iskandar, pegiat sejarah Yulian Firmansyah, serta Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Majalengka, Ida Heryani dan stafnya, Oka Taswara.
Sejumlah anggota Bamus, seperti Imon Hidayat, Ade Duryawan, Edi Karsidi, Hedy Herdiana, dan Nono Maarif, menegaskan bahwa DPRD pada prinsipnya telah menerima hasil kajian sejarah yang disusun tim peneliti pimpinan Nina Herlina. Kajian tersebut dinilai memiliki dasar ilmiah kuat dan bersumber dari data primer, bukan mitos yang selama ini digunakan dalam peringatan hari jadi.
Meski demikian, DPRD masih ingin memperkaya dokumen dengan bukti pendukung tambahan, sebagaimana rekomendasi seminar sejarah yang telah digelar beberapa waktu lalu.
“Penelusuran sejarah sudah final. Sekarang kami mencari bukti pendukung dari pelaku sejarah. Selama ini menjelang peringatan hari jadi biasanya dilakukan ziarah ke makam Pangeran Muhammad yang diyakini sebagai pendiri Majalengka. Karena ke depan hari jadi berubah dan tidak lagi mengacu pada mitos itu, maka tradisi ziarah pun mungkin berganti. Ini yang sedang dibahas, mau ziarah ke mana, atau bagaimana bentuknya nanti,” ujar Imon Hidayat.
Imon menambahkan, meski makam Bupati pertama Majalengka belum ditemukan, hal itu tidak boleh menghambat penetapan dan pelaksanaan hari jadi baru.
Pandangan serupa disampaikan Ade Duryawan. Menurutnya, identitas bupati pertama Majalengka sudah jelas, hanya lokasi makam dan keturunannya yang belum teridentifikasi.
“Walaupun makamnya tidak ditemukan, kemeriahan peringatan ulang tahun Majalengka harus tetap ada. Tradisi ziarah juga sebaiknya tetap dilakukan, tinggal bagaimana mendesain bentuk kegiatannya. Penelusuran sejarah sudah dianggap final,” kata Ade.
Alternatif ziarah
Sementara itu, Hedy Herdiana menilai perlu dicarikan alternatif lain bila tradisi ziarah ingin dipertahankan. “Kalau makam bupati pertama tidak ditemukan, mungkin bisa menziarahi makam bupati kedua atau tokoh penting lain,” ujarnya.
Edi Karsidi dan Nono Maarif menambahkan, Bamus akan melengkapi proses tersebut dengan melakukan kunjungan ke Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) untuk menelusuri dokumen sejarah yang mendukung hasil penelitian.
Budayawan Rachmat Iskandar menjelaskan, kajian sejarah tentang asal-usul Kabupaten Majalengka sebenarnya telah dilakukan jauh sebelum 2010 dan telah beberapa kali dibahas dalam seminar. “Finalnya ditetapkan pada tahun 2010, dengan kesimpulan bahwa Kabupaten Majalengka berdiri pada 11 Februari 1840, berdasarkan Staatsblad 1840 Nomor 7,” jelasnya.
Ia juga menyarankan, jika makam RAA Kartaadiningrat, bupati pertama Majalengka (memerintah 1849–1861), belum ditemukan, tradisi ziarah bisa dialihkan ke makam RT Denda Negara di Gunungwangi.
Sementara itu, Yulian Firmansyah menambahkan bahwa makam RAA Kartaadiningrat diyakini berada di TPU Girilawungan, meski belum diketahui posisi pastinya.
Kepala Disparbud Majalengka Ida Heryani menilai bahwa perubahan penetapan hari jadi akan menimbulkan beragam tanggapan di masyarakat.
“Ada masyarakat yang apatis, ada juga yang kritis terhadap penetapan hari jadi Majalengka. Persoalan ini harus disampaikan dengan jelas kepada publik. Pertanyaannya, apakah harus ditemukan dulu makamnya, atau ada cara lain agar tradisi ziarah tetap bisa dilaksanakan,” tutur Ida.(Tat)

Related Articles

Back to top button