Curhatan Nelayan Cirebon ke Wapres Gibran
KUNJUNGAN Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ke kampung nelayan Desa Citemu, Kecamatan Mundu, patut diapresiasi.
Kehadirannya di tengah masyarakat pesisir menunjukkan adanya niat pemerintah untuk mendengar langsung denyut kehidupan nelayan, kelompok masyarakat yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi maritim, namun kerap terpinggirkan oleh kebijakan pembangunan yang lebih darat-sentris.
Namun, di balik sambutan hangat dan potret akrab antara Wapres dan nelayan, tersimpan realitas getir yang sudah lama menjerat masyarakat pesisir.
Pendangkalan Sungai Selopengantin yang menjadi jalur utama aktivitas nelayan bukan hanya soal teknis pengerukan, tetapi juga cerminan lemahnya perhatian terhadap infrastruktur maritim skala kecil.
Tanpa alur sungai yang dalam dan dermaga yang layak, nelayan terpaksa menghabiskan tenaga dan waktu untuk sekadar keluar melaut.
Ketika hasil tangkapan menurun, nelayan dihadapkan pada lingkaran setan ekonomi, biaya operasional tinggi, pendapatan rendah, dan akhirnya terjerat pinjaman ke tengkulak.
Sistem permodalan yang tidak berpihak membuat mereka harus membayar bunga besar, sementara harga jual ikan kerap ditekan di bawah nilai pasar. Pada akhirnya, laut yang luas justru menjadi ruang kerja yang sempit bagi nelayan kecil, karena mereka tak lagi berdaulat atas hasil tangkapannya sendiri.
Pemerintah, melalui kementerian dan lembaga terkait, seharusnya menjadikan keluhan ini sebagai masalah yang harus direspons serius. Solusi tidak cukup hanya datang dalam bentuk kunjungan singkat atau janji perbaikan infrastruktur.
Diperlukan kebijakan yang berpihak dan berkelanjutan, mulai dari normalisasi sungai, pembangunan dermaga rakyat, hingga akses permodalan yang adil melalui koperasi nelayan atau lembaga keuangan mikro berbasis komunitas.
Lebih jauh, pemerintah daerah juga harus hadir aktif. Persoalan sedimentasi dan pendangkalan sungai bisa ditangani melalui sinergi lintas sektor antara dinas kelautan, lingkungan, dan pekerjaan umum.
Sementara jeratan tengkulak hanya dapat diputus dengan keberanian menciptakan ekosistem ekonomi pesisir yang mandiri — bukan dengan pendekatan karitatif, tetapi dengan sistem yang menumbuhkan kepercayaan dan keberdayaan nelayan.
Kunjungan Wapres Gibran ke Citemu memberi secercah harapan. Namun harapan tidak akan berarti tanpa tindak lanjut konkret.
Nelayan tidak menuntut belas kasihan, mereka hanya ingin ruang kerja yang layak dan sistem ekonomi yang adil. Kini saatnya pemerintah menunjukkan bahwa perhatian bukan sekadar kata, melainkan langkah nyata menyejahterakan rakyat kecil di tepian laut.***




