Carut-marut Program, Kadiskopdagperin Kabupaten Kuningan Sarankan Pengelolaannya Berbasis Desa/Kelurahan
kacenews.id-KUNINGAN-Penerapan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di wilayah Kabupaten Kuningan disinyalir masih carut-marut atau belum tertata dengan baik. Padahal program mulia untuk membantu peningkatan gizi bagi para penerus bangsa tersebut seharusnya terkoordinasi sebagaimanamestinya.
Dapur MBG baik yang dibangun dari nol atau pun yang sengaja menyewa kepada pihak lain, diduga pula tanpa memenuhi proses prosedur mendirikan bangunan sebagaimanamestinya. Baik dari sisi izin mendirikan bangunan (IMB) melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR), analisis dampak lingkungan (Amdal) dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) atau pun persyaratan lainnya. Di sisi lain, seharusnya bahan baku untuk kebutuhan masak MBG yang disalurkan kepada para siswa yang ada di Kota Kuda dan makanan kering bagi ibu hamil serta menyusui diduga pula belum memanfaatkan pangan lokal yang dikelola oleh pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Sedangkan para pelaku UMKM di Kota Kuda sendiri tidak main-main karena jumlah totalnya mencapai 42 ribu lebih bahkan khusus yang bergerak di pengolahan makanan ada sekitar 12 ribu UMKM. Hal itu merupakan potensi yang sangat besar untuk diberdayakan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan warga.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Perdagangan & Perindustrian (Diskopdagperin), Carlan menyebutkan, selama dapur MBG tidak berbasis domisili desa atau kelurahan, kemungkinan besar tidak akan tertata dengan baik sehingga perlu ada perbaikan ke depannya. Hal itu disebabkan, jika dapur MBG berbasis desa atau kelurahan, maka siswa penerima manfaat dan sekolahnya masih berada di wilayah desa yang sama. Begitu pula dengan bahan baku yang diperlukan, dapat memberdayakan dari pelaku UMKM yang ada atau pangan lokal sebagaimanamestinya. Jangan sampai seperti sekarang ini, dapur MBG berlokasi di Kecamatan Cilimus (Kuningan utara) atau berbatasan dengan Kabupaten Cirebon tapi mendistribusikan makanan hasil masakannya malah ke wilayah Kecamatan Cibingbin (Kuningan timur) atau daerah yang berbatasan dengan Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah. Dari sisi jarak saja sudah kurang efektif. Keberadaan dapur MBG berbasis desa atau kelurahan, akan lebih baik dibandingkan sekarang. Termasuk pemberdayaan pangan lokal karena jika sudah ada bahannya di desa A tidak mungkin membelinya di desa B. Kalau malah melakukan hal demikian, maka bisa terjadi keributan. Bedahalnya dengan sekarang ini, apabila vendor dari luar daerah, maka sangat besar kemungkinan bahan pangannya pun bukan dari daerah calon penerima manfaat. “Kalau ingin memberdayakan pelaku UMKM, maka MBG harus berbasis desa atau kelurahan karena lebih mengena. Berikan kewenangan pada desa untuk mengelola hal bersangkutan. Sedangkan Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI)-nya tetap dari pemerintah,” ujarnya kepada para wartawan yang tergabung dalam komunitas RUANG BERITAKU (Ruang Diskusi Wartawan Bersuara Kita Kuningan), Jumat (17/10/2025).
Ia berharap, setelah adanya rapat koordinasi (rakor) kepala daerah, bisa memberikan masukan ke Presiden RI, Prabowo Subianto supaya pengelolaan MBG oleh desa atau kelurahan sehingga terjadi perubahan pengelolaan yang cukup baik. Namun apabila polanya masih seperti sekarang ini, maka dipastikan tetap rumit.(Ya)



