Kasus Bank Cirebon, Kejari Periksa Agus Mulyadi dan Anggota DPRD
Dugaan Korupsi BPR Naik ke Tingkat Penyeledikan

kacenews.id-CIREBON-Kasus dugaan korupsi BPR Bank Cirebon kini menemui babak baru. Setelah lebih dari setahun melakukan penyelidikan, kini kasus tersebut sudah naik ke tingkat penyidikan.
Artinya, sebentar lagi akan ditetapkan tersangka. Belasan nama sudah dipanggil, termasuk Ketua Dewan Pengawas Agus Mulyadi dan Anggota Dewan Pengawas Ayatullah Roni, serta beberapa anggota DPRD aktif dan mantan anggota DPRD Kota Cirebon.
Kasus ini telah menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 20 miliar. Di kasus ini sendiri, sejumlah nasabah diduga telah meminjam tidak sesuai prosedur dan pinjaman tidak dikembalikan.
Meski secara hitungan kasar kerugian Negara mencapai Rp 20 miliar, Kejaksaan Negeri Kota Cirebon tetap melakukan prosedur dengan segera memanggil Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kepastian jumlah kerugian Negara.
Kasus ini sendiri sempat heboh di awal penyelidikan, di mana kejaksaan melakukan penggeledahan di kantor BPR Bank Cirebon pada Juni 2024 lalu, yang kemudian diikuti dengan pemanggilan sejumlah saksi.
Pada 2025, kejaksaan kembali melakukan penggeledahan di kantor BPR Bank Cirebon di Jalan Talang. Penggeledahan kedua kalinya dilakukan karena pihak BPR Bank Cirebon dinilai tidak kooperatif dalam memberikan data dan melengkapi barang bukti.
“Di kasus BPR Bank Cirebon, Kejaksaan telah memanggil Ketua Dewan Pengawas BPR Bank Cirebon, Bapak Agus Mulyadi. Yang kami tanyakan kepada Bapak Agus Mulyadi adalah apa sih yang dilakukan oleh Dewan Pengawas tantang masalah yang dialami oleh bank tersebut,” ujar Gema Wahyudi, Kasie Barang Bukti Kejaksaan Negeri Kota Cirebon.
Menurutnya, dari pertanyaan tersebut, Agus Mulyadi menjawab bahwa pihaknya telah melakukan evaluasi. “Oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Cirebon sendiri memang masuk ke dalam status bank dalam pemantauan,” katanya.
Ia menambahkan, dari sejumlah saksi yang dipanggil, peminjaman tidak ada yang di atas Rp 1 miliar, namun peminjaman banyak yang ditumpuk. Artinya, meminjam lebih dari satu kali sementara pinjaman yang pertama belum dilunasi, yang membuat pinjaman itu dari satu nasabah bisa mencapai di atas Rp 1 miliar.
“Kalau dijumlahkan tetap saja di atas Rp 1 miliar dari satu orang,” katanya.
Menurutnya, BPK sendiri diperkirakan akan mulai melakukan penghitungan kerugian negara pada akhir bulan Oktober ini.
“Kita sedang mencari fakta apakah sesuai dengan peraturan atau tidak, kemudian kita cari tahu siapa yang bertanggung jawab. Dalam waktu dekat, BPK akan datang, secara pastinya kerugian negara memang tidak diketahui, tapi hitungan kasarnya di angka Rp 20 miliar,” ujar Gema.
Kasus ini sendiri bermula dari penagihan yang dibantu oleh Kejaksaan Negeri Kota Cirebon pada 2023-2024 lalu. Penagihan dilakukan karena ada sejumlah pengembalian yang tersendat. Saat itu, ada beberapa nasabah yang sudah mengembalikan, tapi ada juga yang belum.
Menurut Gema, nasabah yang tersendat dalam pengembalian ini didominasi oleh pengusaha, yang artinya peminjaman ke Bank Cirebon ini tidak hanya dilakukan oleh anggota DPRD semata.
Ia mengatakan, dari penggeledahan yang dilakukan beberapa bulan yang lalu, kejaksaan akhirnya berhasil mendapatkan sejumlah data penting untuk melengkapi barang bukti, di antaranya perjanjian kontrak, surat perjanjian kredit, serta dokumen-dokumen yang tadinya tidak diberikan oleh BPR Bank Cirebon.(Fan)