Owner Ibnu Riyanto Pilih Walk Out, Tantang Debat Terbuka di Stasiun Televisi
Rapat BT Trusmi dan DPRD Kota Cirebon Ricuh

kacenews.id-CIREBON-Rapat dengar pendapat antara BT Batik Trusmi, DPRD Kota Cirebon, serta PT KAI Daop 3 Cirebon diwarnai kericuhan pada Kamis (2/10/2025), di gedung DPRD Kota Cirebon.
Pointer
-Agenda rapat: Rapat dengar pendapat antara BT Batik Trusmi, DPRD Kota Cirebon, dan PT KAI Daop 3 terkait polemik naming right Stasiun Cirebon.
-Suasana rapat: Rapat berlangsung tegang dan diwarnai kericuhan.
-Walk out: Owner BT Trusmi, Ibnu Riyanto, memilih meninggalkan rapat karena merasa disudutkan.
-Penyebab ricuh: Pihak BT Trusmi menyinggung pernyataan Anggota DPRD Umar S Klau yang dianggap intervensi pembatalan naming right.
-Unggahan viral: Istri Ibnu, Selly Giovanni, sebelumnya menyebut DPRD dan Disbudpar ikut intervensi melalui unggahannya.
-Pernyataan Ibnu: Menegaskan naming right berbeda dengan ganti nama stasiun, kerja sama itu ditawarkan langsung oleh PT KAI.
-Respons DPRD: Anggota Komisi III, Umar S Klau, menyebut naming right sebagai praktik bisnis kapitalis yang keliru, lebih tepat sponsorship atau filantropi.
-Ketegangan meningkat: Wakil Ketua DPRD Fitrah Malik menegaskan rapat di gedung DPRD tidak untuk menasihati dewan.
-Sikap BT Trusmi: Menganggap rapat tidak seimbang, menantang diskusi di forum netral seperti televisi.
-Pandangan sejarawan: Jajat Sudrajat menyayangkan ketiadaan komunikasi antara PT KAI dan Pemkot sejak awal; menolak penghilangan nama Kejaksan.
Rapat yang sedianya dilakukan untuk memfasilitasi dan mencari solusi atas polemik naming right BT Batik Trusmi di Stasiun Cirebon berakhir dengan walk outnya Ibnu Riyanto, Owner BT Batik Trusmi.
Seperti diketahui, naming right BT Batik Trusmi menjadi polemik karena terjadi pro dan kontra yang berujung pada pembatalan naming right tersebut.
Kericuhan sendiri berawal saat pihak BT Batik Trusmi menyinggung soal komentar Anggota DPRD Kota Cirebon, Umar S Klau, yang dianggap melakukan intervensi sehingga terjadi pembatalan naming right.
Anggota DPRD sendiri disebut intervensi pembatalan naming sendiri dari unggahan istri Ibnu Riyanto, Selly Giovanni. Dalam unggahannya, Selly menyebut-nyebut anggota DPRD serta Disbudpar yang telah melakukan intervensi tersebut.
“DPRD dan Pemkot ke mana saja, kita tidak tahu (kalau di stasiun ada nama Kejaksan), KAI yang menawarkan kerjasama ini kepada kami. Secara legal kita serahkan kepada KAI,” ujar Ibnu mengawali.
Selanjutnya, ia mengatakan, statemen Anggota DPRD Kota Cirebon yang dianggap intervensi tersebut. “Alangkah baiknya kita bertutur kata dengan baik. Dalam sebuah berita, anggota dewan ini menyebutkan jika Stasiun Cirebon sudah ganti nama. Padahal, ini kan naming right, bukan ganti nama. Kita sebut anggota dewan intervensi itu, bukannya tidak berdasar. Ini ada omongan anggota dewan. Kita bicara seperti itu, ada dasarnya. Ini mungkin yang bikin budayawan juga marah. Kita kan sebetulnya ditawarkan,” ujar Ibnu.
Suasana rapat pun berjalan tegang, setelah Anggota DPRD Kota Cirebon dari Komisi III kemudian berdiri dan tidak menerima hal tersebut. Sejumlah ormas yang datang pun menyatakan tidak menerima atas statemen Ibnu ini.
Ibnu menambahkan, kerjasama naming right sebetulnya dari segi bisnis tidak masuk karena angkanya terlalu besar.
“Empat tahun kita stuck, kita butuh orang tahu ada batik, ketika ada yang menawarkan kepada kami itu seperti gayung bersambut. Jika ada naming right, otomatis kan disebut-sebut BT Trusmi,” ujarnya.
Usai mengatakan hal itu, situasi semakin memanas. Wakil Ketua DPRD, Fitrah Malik, yang memimpin jalannya rapat menegaskan bahwa BT Batik Trusmi rapat di gedung DPRD. “Jadi tolong jangan nasehati kami,” tegas Fitrah.
Tak lama kemudian, Ibnu meninggalkan ruangan rapat dengan diikuti staf-staf BT Batik Trusmi. Ia menganggap rapat ini tidak seimbang dan cenderung menyudutkan dirinya. Ia pun menantang diskusi untuk dilakukan di tempat yang lebih netral, misalnya di televisi.
Selanjutnya, Umar S Klau mengatakan, sebagai anggota Komisi III sudah jelas bahwa pihaknya kerap mengawal identitas lokal.
“Saya termasuk yang menolak naming right, naming right itu tidak lebih dari monopoli bisnis. Bagi saya itu konyol. Itu bisnis yan keliru. Masih ada jalan lain, yaitu sponsorship atau filantropi name. Naming right tidak lebih dari model bisnis kapitalis!” ungkapnya.
Sejarawan Cirebon, Jajat Sudrajat, yang turut hadir dalam rapat ini mengungkapkan, pihaknya menyayangkan ketiadaan komunikasi antara PT KAI dengan pemerintahan di Kota Cirebon.
“Ini intinya tidak ada komunikasi, kalau ada komunikasi dari awal mungkin tidak begini. Kami sendiri jelas menolak penghilangan nama Kejaksan,” ujar Jajat.(Fan)