CirebonRaya

Tepuk Sakinah Ubah Persepsi KUA yang Kaku

Oleh: Andrian Saba
Forum Studi Mandiri

“Berpasangan, berpasangan, berpasangan. Janji kokoh, janji kokoh, janji kokoh. Saling cinta, saling hormat, saling jaga, saling ridho. Musyawarah untuk sakinah.” Begitulah lirik sederhana yang terus bergema di setiap video pendek yang berseliweran di media sosial. Dari layar gawai, kita melihat para calon pengantin tersenyum lebar mengikuti instruksi gerakan seorang petugas Kantor Urusan Agama (KUA). Dalam video tersebut, staf KUA membimbing para pasangan untuk bertepuk tangan sambil meneriakkan yel-yel semangat. Suasana yang biasanya kaku dalam bimbingan pranikah berubah jadi cair. Rupanya, KUA juga bisa bikin kelas pranikah rasa senam SKJ tanpa harus keluar keringat.
Momen itu langsung menyedot perhatian warganet. Banyak yang menganggapnya lucu, unik, sekaligus penuh makna. Di balik gerakan sederhana yang viral tersimpan filosofi pernikahan yang dalam. Bagi sebagian pasangan muda, tradisi ini terasa segar dan berbeda. Bimbingan pranikah yang sering dianggap membosankan mendadak naik level jadi tontonan yang layak masuk FYP. Tepuk Sakinah memberi wajah baru bagi lembaga keagamaan yang biasanya dicap tegang, dan mereka seolah ingin bilang bahwa KUA sebagai lembaga keagamaan pun bisa tampil kekinian atau ngehits.
Sembilan puluh persen atau mungkin sembilan puluh sembilan persen, kita menganggap KUA hanya sebatas kantor administratif. Sebuah tempat yang harus didatangi untuk mengurus berkas, membayar biaya, dan menandatangani dokumen. Atmosfernya sering kali kaku, formal, dan penuh ketegangan, terutama bagi calon pengantin yang baru pertama kali melangkah ke sana. Bimbingan pranikah yang menjadi bagian dari prosesi itu, tak jarang terasa seperti kelas formal yang membosankan. Materi tentang janji suci dan pilar-pilar pernikahan sering disampaikan secara monoton, sehingga membuat esensinya sulit menembus hati para calon mempelai. Namun, dengan adanya Tepuk Sakinah, persepsi tentang KUA berubah drastis.
Video yang menampilkan Tepuk Sakinah pertama kali diunggah oleh akun Instagram resmi @kua_menteng. Awalnya sepi penonton, hanya dilirik oleh segelintir orang. Lalu algoritma TikTok atau medsos bekerja bak jodoh yang tak terduga, datang tiba-tiba dan membuat heboh. Beberapa kreator konten mengunggah ulang video itu. Dalam hitungan hari, penonton melonjak hingga lebih dari 150 ribu. Ratusan komentar positif pun membanjiri unggahan. Sekejap saja, Tepuk Sakinah bukan hanya milik KUA Menteng, tapi juga milik semesta warganet.
Popularitas Tepuk Sakinah dengan cepat menyebar. Beberapa KUA di daerah lain mulai mengadopsi tren ini. KUA Pagu Kediri dan KUA Wongsorejo, Banyuwangi, misalnya, kini rutin mengajak calon pengantin mereka untuk melantunkan yel-yel ini saat bimbingan. Para staf KUA melihatnya sebagai ice breaking yang efektif untuk mencairkan suasana dan menumbuhkan semangat positif. Mereka sadar, bimbingan pranikah yang interaktif dan tidak jemu akan membuat pasangan lebih aktif berpartisipasi, serta materi tentang keluarga sakinah dapat diterima dengan lebih baik.
Tepuk Sakinah dirancang agar bimbingan pranikah terasa lebih hidup dan kolaboratif. Setiap pasangan didorong ikut serta dalam aktivitas, bukan sekadar menjadi pendengar pasif. Mereka ikut bergerak, berinteraksi, dan merasakan suasana belajar yang menyenangkan. Dengan cara ini, materi keluarga sakinah lebih mudah diterima karena maknanya dihayati melalui gerakan dan ungkapan yang diucapkan bersama.
Kesederhanaan lirik Tepuk Sakinah menyimpan makna yang dalam. Ada lima pilar yang ditegaskan, yaitu berpasangan, janji kokoh, saling cinta, musyawarah, dan saling ridho. Semua pilar itu menjadi fondasi bagi rumah tangga yang harmonis. Nilai yang dikandung merujuk pada mitsaqan ghalizan, janji suci dalam ikatan pernikahan. Dari kata yang singkat terbitlah kebijaksanaan, dan dari tepukan yang ringan terbitlah pedoman kehidupan.
Tepuk Sakinah secara tidak langsung mengingatkan kita pada dasar pernikahan dalam ajaran Islam yang berlandaskan sakinah, mawaddah, dan warahmah. Tentu kita sudah mengetahui makna ketiga landasan ini. Sakinah dimaknai sebagai ketenteraman, mawaddah berarti kasih yang diwujudkan dengan saling memberi, sedangkan warahmah berarti rasa sayang yang diwujudkan dengan saling menerima kekurangan. Dalam QS. Ar Rum ayat 21, Allah menciptakan pasangan manusia agar mereka hidup dalam ketenteraman, cinta, dan kasih sayang. Melalui Tepuk Sakinah, pesan luhur ini ditanamkan secara kreatif kepada calon pengantin.
KUA tampil sebagai agen kreatif yang menghadirkan pesan dengan wajah segar. Melalui langkah sederhana, generasi muda dirangkul, hati mereka disentuh, dan semangat mereka digerakkan. Sebuah inovasi kecil yang mampu memberi inspirasi besar dan bisa menjadi teladan bagi lembaga agama lain. Keseriusan lembaga agama pun tetap terjaga tanpa harus meninggalkan keceriaan. Dalam ruang yang sama, kesakralan dan kegembiraan dapat berjalan beriringan.
Kementerian Agama dapat mengambil langkah lebih jauh. Tepuk Sakinah bisa diintegrasikan ke program resmi. Bimbingan pranikah di seluruh Indonesia bisa mengadopsinya. Variasi yel-yel bisa dikembangkan sesuai kebutuhan. Bahkan, kurikulum keluarga di sekolah atau komunitas bisa memanfaatkan metode ini. Dengan demikian, nilai sakinah tidak ditentukan lagi oleh algoritma TikTok. Pesan yang terkandung tidak akan hilang saat tren bergeser sebab nilai itu hidup dalam praktik nyata berumah tangga. Dari kelas pranikah terbangun pola hidup bersama, dari tepukan tangan mengalir semangat saling menghargai, dan dari viral sesaat lahir kenangan yang tak lekang oleh waktu.
Dari sudut pandang yang berbeda, Tepuk Sakinah membongkar stigma bahwa kantor agama tidak hanya pandai melayani administrasi atau sebuah kantor yang selama ini dianggap konvensional. Dari unggahan singkat yang tampak remeh, justru tumbuh gerakan yang memikat ribuan pasangan muda di seluruh wilayah Indonesia.
Gerakan Tepuk Sakinah bukan sekadar tren, tetapi sebuah harapan baru bagi banyak pasangan yang akan mengarungi bahtera rumah tangga. Harapan akan rumah tangga yang tenteram, penuh cinta, dan bahagia, yang dimulai dari sebuah tepukan sederhana. Tepukan yang seolah menegaskan jika membangun keluarga sakinah memang butuh kerja sama, semangat, dan tentunya butuh cinta.***

Related Articles

Related Articles

Back to top button