Suara Rakyat Jangan Dinodai
Oleh: Sukanda Subrata
Penulis Lepas Cirebon
Diksi-diksi yang berkaitan dengan rakyat masih mendominasi kehidupan demokrasi Indonesia begitu terjadinya demontrasi sejak tanggal 25 Agustus 2025 lalu.Rakyat melakukan aksi demonstrasi menyuarakan bentuk – bentuk ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah. Diksi-diksi rakyat dan korupsi, pajak,uang rakyat, pejabat, pengangguran, DPR, MPR, penjara, kemewahan, sengsara, menjadi roh bagi para demontrans, orator,dan netizen didunia maya. Dengan modal seperti itulah para demonstran tahan digoreng matahari, disemprot air dan gas air mata.Luar biasa memang ketika disksi diksi rakyat sudah menjelma menjadi gerakan moral dan fisik yang sangat kuat, tak ada pihak manapun yang mampu menghentikan.
Rakyat, menurut Soekarno, adalah sumber kekuatan yang sejati. Kedaulatan ada di tangan rakyat dan rakyat merupakan pemilik sah dari kekuasaan Negara, sedangkan pemerintah hanyalah wakil dari kehendak rakyat.Malah kini di era demokrasi kedaulatan rakyat tersamarkan oleh berbagai kepentingan.
Sementara itu, Muhammad Hatta berkata, rakyat yang sadar akan hak dan kewajibannya adalah dasar dari negara demokrasi. Jadi betapa pentingnya kesadaran rakyat dalam menjalankan demokrasi di negara tercinta ini.Di negeri kita, rakyat belum sadar akan pentingnya demokrasi sebagai akibat pendidikan politik yang salah. Sedangkan tokoh kemerdekaan India yang terkenal yakni Mahatma Gandhi memandang rakyat ini sebagai komunitas yang harus dilayani oleh pemimpin dengan ketulusan. Nyatanya berbalik, pejabatlah yang minta dilayani oleh rakyat.
Selanjutnya, Jean Jacques Rousseau Filsuf Prancis mengatakan juga bahwa kedaulatan tidak bisa diwakilkan, rakyat memiliki kehendak yang harus dihormati karena rakyat ,menurut beliau, sebagai pemilik mutlak kekuasaan, karenanya tidak bisa digantikan oleh elite atau institusi.Nyatanya, uanglah yang paling berkuasa dan hingga kini belum terbantahkan.
Memang benar bahwa beberapa hak rakyat atau warga negara di Indonesia ini dijamin oleh konstitusi dan perundang – pundangan. Cakupannya bisa berbagai aspek kehidupan, mulai dari kebebasan berpendapat hingga jaminan sosial dan lain lain.Perhatikan pasal 28 H ayat 1, ”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan pelayanan kesehatan”. Perhatikan juga pasal 27 ayat 2 UUD 1945, “Tiap – tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan “. Kemudian Pasal 28 G ayat 1 UUD 1945, “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda.
Hingga kini hak-hak yang terdapat dalam perundangan-undangan di atas belum sepenuhnya dirasakan oleh rakyat.Terlalu banyak regulasi yang mempersulit rakyat, akibatnya hak-haknya tersumbat. Demonstrasi yang terjadi di negara kita menjadi pertanyaan besar bagi rakyat pada umumnya meskipun tuntutan demonstran yang mewakili rakyat. Apakah murni aspirasi rakyat dan steril dari pihak yang mengail di air keruh? Kecurigaan ini muncul karena aksi demonstran sangat brutal dan salah sasaran.Apa salahnya gedung DPR, markas polisi dan fisilitas umum hingga dirusak? Apakah pantas menyampaikan aspirasi rakyat seperti itu? Malah orasi yang terdengar sayup-sayup hanya ujaran kebencian secara personal. Oleh karenanya, sikap pemerintah ketika rakyatnya menyampaikan aspirasi harus mencerminkan prinsip demokrasi dan penghormatan terhadap HAM.Dalam negara yang demokrasi dan berlandaskan hukum ini, penyampaian aspirasi rakyat bukan hanya boleh namun harus dilindungi oleh undang undang.
Pemerintah harus mendengarkan aspirasi dengan terbuka, memberi ruang terbuka dialog dan komunikasi.Aspirasi harus dianggap sebagai masukan berharga, bukan ancaman.Mengundang perwakilan demonstran untuk berdikusi langsung dengan pejabat terkait.Pemerintah juga harus melindungi hak rakyat dalam menyampaikan aspirasi. Aparat negara harus melindungi, bukan mengintimidasi.Tidak boleh ada kekerasan, pembubaran paksa, atau penangkapan sewenang-wenang.Selanjutnya, pemerintah wajib menanggapi aspirasi secara serius. Jika keluhan rakyat masuk akal dan mendesak maka pemeritnah harus menindaklanjuti secara administrasi maupun secara hukum, melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang dikiritik.
Sangat baik pemerintah harus menghindari sikap reaktif atau represif, pemerintah yang bijak tidak membalas kritik dengan ancaman,fitnah atau kriminalitas. Reaksi berlebihan justru menunjukan kelemahan dan anti demokrasi. Bisa juga memberi edukasi dan informasi, jika ada kesalahanpahaman dari rakyat, pemerintah perlu meluruskan dengan pendekatan edukatif, bukan menyalahkan. Bahasa yang disampaikan juga harus bahasa yang sopan dan empatik
Jika hubungan dua arah, antara rakyat dan pemerintah sudah terjalin, keduanya bisa saling menghormati.Rakyat menyampaikan aspirasi dengan damai dan bertanggung jawab.Pemerintah meresponnya dengan sikap terbuka dan adil.Perlu diingat bahwa pemerintah yang baik bukan pemerintah yang menolak kritik,tapi pemerintah yang menjadikan kritik itu sebagai bahan perbaikan.
Sayangnya, demonstrasi di negeri ini masih identik dengan penjarahan dan perusakan fasilita. Padahal hal seperti itu bisa dikategorikan pidana, dengan dasar hukumnya pasal 170 KUHP: “Barang siapa dengan sengaja dan bersama – sama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang , diancam pidana penjara hingga 7 tahun 6 bulan atau psal 460 KUHP: “Barang siapa dengan sengaja merusak barang orang lain diancam pidana penjara hingga 2 tahun 8 bulan”.
Ketika di lapangan, demonstran melakukan penjarahan atau perusakan, itu berarti bukan lagi aksi demontrasi namun namun sudah masuk ke ranah kriminial yang bisa diproses secara hukum.Para pelaku bisa ditangkap dan diproses secara hukum. Di era teknologi yang secanggih in,i rekam jejak seseorang tak bisa hilang begitu saja.Ingat, siapa yang berbuat harus berani bertanggung jawab.***





