Penyalahgunaan Data Pribadi

KASUS yang menimpa seorang pengusaha muda asal Cirebon, Nevadha Ariya Soka, merupakan masalah serius bagi publik dan dunia perbankan. Bagaimana mungkin seseorang tiba-tiba mendapati dirinya memiliki rekening bank yang tidak pernah dibuka, lengkap dengan transaksi bernilai puluhan juta rupiah? Fakta ini menunjukkan betapa rentannya data pribadi disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Penyalahgunaan data pribadi bukan sekadar persoalan administrasi. Ia berimplikasi langsung pada kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan. Apalagi, dalam kasus ini muncul dugaan keterlibatan oknum pegawai bank yang seharusnya menjaga kerahasiaan nasabah.
Bila benar adanya, maka hal ini mencederai kredibilitas institusi keuangan sekaligus melanggar prinsip kehati-hatian yang selama ini dijunjung.
Kita juga perlu menyoroti lemahnya sistem perlindungan data pribadi di tanah air. Meski Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) sudah disahkan, implementasinya belum sepenuhnya berjalan efektif. Perbankan sebagai sektor strategis mestinya berada di garda terdepan dalam menerapkan standar keamanan data yang ketat. Setiap celah kelalaian dapat menimbulkan kerugian material maupun moral bagi masyarakat.
Kasus ini sudah sepatutnya diusut tuntas oleh kepolisian. Pihak-pihak yang terbukti bersalah, baik individu maupun oknum lembaga, harus diberi sanksi tegas agar menimbulkan efek jera. Investigasi mendalam juga diperlukan untuk mengungkap apakah praktik serupa terjadi secara sistematis dan melibatkan jaringan yang lebih luas.
Selain langkah penegakan hukum, bank-bank nasional juga harus segera melakukan evaluasi internal. Penguatan sistem verifikasi data, peningkatan pengawasan internal, hingga edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga keamanan data pribadi mutlak diperlukan. Tanpa itu, kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan bisa terkikis.
Masyarakat, terutama para nasabah, pun perlu lebih waspada. Jangan mudah memberikan data pribadi kepada pihak yang tidak jelas identitas maupun otoritasnya. Sebab, di era digital, data pribadi adalah “aset berharga” yang bisa disalahgunakan untuk tindak kejahatan.
Kasus Nevadha mengingatkan kita betapa pentingnya perlindungan data pribadi. Negara, lembaga keuangan, dan masyarakat harus bersama-sama memastikan bahwa kejahatan semacam ini tidak terulang kembali.***