Perang IMM Vs Pemda, LBH Uniku Bedah Peluang Gugatan PTUN Pelarangan Penanaman Sawit Ilegal

kacenews.id-KUNINGAN-Akhir-akhir ini marak pemberitaan di media massa baik media cetak maupun media cyber tentang permasalahan penanaman kelapa sawit di Kabupaten Kuningan yang dilarang. Meski demikian, disinyalir di temukan di lapangan, kegiatan penanaman kelapa sawit tersebut masih terjadi.
Akibatnya, terjadi dua kubu yang hingga saat ini berselisih paham. Yakni, kelompok mahasiswa yang tergabung dalam wadah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) versus Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Diskatan)/Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Kuningan.
Kedua pihak berperang berbalas pantun. IMM Kuningan menuding dugaan aksi pembiaraan yang dilakukan oleh pejabat Diskatan atau Pemda Kuningan karena meski sudah ada surat larangan tapi di lapangan masih ditemukan aktivitas tersebut. Sedangkan Diskatan/Pemda Kuningan pun bersikukuh bahwa telah melarang bahkan melakukan langkah-langkah konkrit termasuk kajiannya.
Kondisi tersebut disikapi oleh Direktur Lembaga Bantuan Hukum Universitas Kuningan (LBH Uniku), Suwari Akhmaddhian. Pakar hukum tersebut membedah persoalan pelarangan penanaman kelapa sawit illegal namun semua pihak harus memahami terlebih dahulu kewenangan pemerintah, subjek dan objek hukum dalam pemerintahan.
Menurutnya, secara teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan diperoleh melalui tiga cara. Yaitu, Atribusi, Delegasi dan Mandat, sebagaimana yang didefinisikan oleh H.D van Wijk/Willem Konijnenbelt.
Dimaksud Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan. Contohnya, kewenangan Bupati dalam menjalankan roda pemerintahan merupakan Amanah dari Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Sedangkan Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya contohnya adalah Penyerahan izin pertambangan Galian C dari Kementrian ESDM ke Pemerintahan Provinsi. Terakhir, Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya. Contoh, pelimpahan kewenangan perizinan Bupati ke Dinas Perizinan. Berdasarkan kewenangannya, Pemda Kuningan melalui Diskatan sudah menerbitkan Surat Nomor: 500.6.14.3/37/HORTIBUN tertanggal 1 Maret 2025. Hal itu ditujukan kepada Direktur PT Kelapa Ciung Sukses Makmur (PT KCSM) supaya menghentikan pendistribusian dan penanaman kelapa sawit. Subjek hukum terdiri dari 2, yaitu orang dan badan hukum. Sedangkan badan hukum terdiri dari badan hukum publik dan badan hukum privat. Badan hukum publik adalah badan hukum yang dibentuk oleh negara atau pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi publik dan kepentingan umum, diatur oleh hukum publik, dan dapat digugat ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). Contohnya adalah negara, pemerintah daerah, bank sentral (seperti Bank Indonesia) dan perusahaan milik negara. Badan Hukum Privat adalah badan hukum yang didirikan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Seperti Perseroan Terbatas (PT), koperasi atau yayasan.
Pemda Kuningan adalah Badan Hukum Publik berdasarkan Undang-Undang Nomor: 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Barat sehingga merupakan subjek yang sah yang dapat digugat ke PTUN. Objek sengketa di PTUN adalah Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang merupakan penetapan tertulis dari badan atau pejabat tata usaha negara yang menimbulkan akibat hukum. Selain KTUN, sengketa juga bisa timbul dari tindakan faktual pejabat TUN atau akibat KTUN fiktif negatif (misalnya, badan tidak mengeluarkan keputusan yang diminta). Namun setelah diamati secara gramatikal surat keputusan (SK) adalah keharusan menggunakan bahasa yang baku, jelas dan sesuai kaidah bahasa Indonesia. Serta dengan struktur yang terstruktur dan formal. Hal itu mencakup kepala surat, konsiderans (alasan dan dasar hukum), desideratum (tujuan), diktum (keputusan), bagian penutup, tanda tangan pejabat berwenang dan cap dinas. “Ada pun Surat Nomor: 500.6.14.3/37/HORTIBUN tertanggal 1 Maret 2025, tidak memenuhi unsur surat keputusan secara formal,” ujarnya, Rabu (10/9/2025).
Ia menjelaskan, Pasal 5 UU PTUN menyatakan, “Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara”. Artinya, secara tenggang waktu gugatan Surat Nomor: 500.6.14.3/37/HORTIBUN tertanggal 1 Maret 2025, secara waktu sudah melampaui 90 hari sehingga peluang diterimanya gugatan PTUN relatif sulit. Tapi peluang ada apabila gugatan class action ke Pengadilan Negeri (PN) dengan syarat banyak orang yang dirugikan dan bersama-sama mengajukan gugatannya. “Pak Bupati Kuningan, H. Dian Rachmat Yanuar harus terus komitmen dalam menindak tegas pada perorangan atau perusahaan yang memaksakan penanaman kelapa sawit secara ilegal serta selalu mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih,” kata Dosen Fakultas Hukum Uniku.(Ya)